Iya, gelandang dengan permainan (ter)indah dalam sejarah sepak bola itu kini telah gantung sepatu. Pesepak bola berusia 40 tahun tersebut mengumumkan kabar pensiunnya pada Senin malam lalu (7/10). Ia mengunggah sebuah video di akun Instagram serta X, yang berisi testimoni dari para mentor ataupun pelatih yang pernah menanganinya, seperti Louis van Gaal, Pep Guardiola, Luis Enrique, dan sebagainya.
Selama karirnya, kurang lebih 38 trofi telah diraih. Baik bersama klub-klub yang pernah dibela maupun bersama Timnas Spanyol. Sebaliknya, dari total 1.016 laga yang pernah dilakoni, tak satu pun kartu merah didapatkan. Iniesta juga pesepak bola yang tak memiliki pembenci. Para pemain dan bahkan para suporter dari klub-klub rival pun respek padanya. Meski begitu, ia pernah melontarkan sebuah kutipan yang isinya sangat relate tak hanya dalam dunia sepak bola, tetapi juga berlaku di berbagai aspek kehidupan.
"Some people like you, some people don't. In the end, you just have to be yourself."
Menurut Louis van Gaal, pelatih berkebangsaan Belanda yang memberinya kepercayaan pertama kali untuk bermain di Barcelona senior, secara fisik Iniesta memang mungil, tetapi ia memiliki kecerdasan yang menjadikannya seorang maestro sepak bola. Ia panutan bagi pemain lainnya, yang lebih senior hingga junior yang jauh lebih muda termasuk bagi para penghuni skuad Timnas Garuda. Coba saja tanyakan, siapa pesepak bola dengan otak paling brilian atau permainan jenius, mereka tanpa ragu akan menyebutkan Andres Iniesta.
Iniesta ketika mencetak gol kemenangan di final Piala Dunia 2010 melawan Belanda (dok. unknown)
Begitulah, Iniesta memang sosok pemain yang sederhana dalam kesehariannya, tetapi jangan ditanya kala ia sedang di lapangan, semua akan terhipnotis. Bagiku, Iniesta merupakan salah satu pemain yang kutangisi saat meninggalkan FC Barcelona. Enam tahun lalu ia memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dengan klub yang telah membesarkan namanya semenjak tahun 2002 itu. Bersama Timnas Spanyol, ia termasuk penggawa yang membawa La Furia Roja dalam era kejayaan menguasai Eropa dan Dunia selama kurun waktu 2008 hingga 2012.
We love you, Andres! (dok. FC Barcelona)
Lagi dan lagi, Fix You-nya Coldplay mengalun pelan dalam kepala. Tears stream down your face, when you lose something you can not replace.
Pertama kali mengetahui kedatangan Nathan Tjoe A On untuk bergabung dengan Timnas Indonesia, diri ini sudah ada ketertarikan. Semacam ada radar yang menyala kalau pemain berdarah campuran Suriname-Tionghoa-Belanda-Indonesia tersebut sepertinya bakal bersinar, meskipun saat itu banyak pengamat meragukan skill-nya.
Kala itu, ia belum terlalu banyak memiliki penggemar dibandingkan dengan para pemain keturunan yang telah lebih dulu debut bersama timnas. Namun, semenjak laga perempat final AFC Cup U23 melawan Korea Selatan, mendadak banyak kaum hawa tergila-gila padanya, yang mentasbihkan diri sebagai cegil-nya Nathan. Iya, cegil yang pada akhirnya benar-benar gila dan "menyeramkan" bagi seorang Nathan. Mungkin baginya, memiliki banyak fans bukannya menjadi hal yang menyenangkan, tetapi dari waktu ke waktu justru membuatnya risih dan merasa diteror.
Bagaimana tak risih kalau mulai muncul bermacam akun fanbase yang alih-alih mendukung dengan mengamati skill bermain bolanya, tetapi malah "mengeksploitasi" secara fisik dan menjadikannya objek fantasi. Jujur, sebagai sesama perempuan, aku merasa jijique dan prihatin dengan kelakuan mereka. Selain itu, privasinya pun mulai dikorek hingga sangat jauh melanggar batasan. Bukan hanya dirinya, orang-orang terdekat seperti keluarga dan para sahabatnya pun turut kena imbas. Bahkan, papanya memutuskan tutup akun Instagram karena tak sanggup menghadapi "teror" para cegil.
(dok. IG @nathantjoeaon)
Sebagai penggemar dan penikmat sepak bola sejak lebih dari 20 tahun lalu (siap-siap dikatain si paling sepuh jadi suporter 🤪), aku pun sangat pernah fangirling pada pemain-pemain yang menurutku ganteng ataupun menarik. Namun, tak sampai berlebihan, apalagi membuat si pemain merasa terganggu karena dikorek-korek segala macam privasinya.
Para cegil Nathan yang sering dijuluki sebagai kaum rahim anget oleh para suporter pria ini memang mengerikan. Literally mengerikan, dari yang punya akun fanbase hingga yang sekadar hobi memberikan komentar, tak jarang mereka terang-terangan menuliskan fantasi s*ksualnya terhadap Nathan. Geli kalibacanya, lho! 🙈
Malangnya Nathan, ia sudah merasa risih dan merasa diteror para cegil itu. Sampai-sampai ia mengunggah sebuah foto yang dibagikan untuk para followers yang berlangganan Instagram-nya secara eksklusif. Dalam foto yang diambil saat berada di dalam mobil tersebut, ada dua kode yang sangat jelas di sana.
(dok. pribadi - ss dari IGstory Nathan)
Trafficlight yang sedang menyala merah, sebagai permintaan STOP mengorek-ngorek kehidupan pribadinya. Lantas, lagu yang sedang diputar berjudul PAPARAZZI, menggambarkan para penggemarnya yang memuja sedemikian lebay bin membabi buta, mengikuti segala gerak-geriknya bak paparazzi, "mengeksploitasi" fisiknya demi konten, dan terang-terangan berkomentar mesum.
Buatsiapa pun yang tergila-gila pada Nathan, tolong ngefans sewajarnya saja, apresiasi skill-nya. Ingat, dia itu atlet, bukan idol K-Pop seperti yang sebelumnya kalian gilai dan jadikan objek fantasi itu. Fangirling boleh-boleh saja, tapi tak perlu sampai mengorek-ngorek privasinya dan orang-orang terdekatnya. Jangan sampai Nathan kian merasa terganggu dan tak nyaman, akhirnya memutuskan mundur dari timnas. Naudzubillah. Lebih bijaklah sebagai penggemar dan dalam bermedsos.
Sedangkan untuk ciwi-ciwi yang mendukung Nathan karena memang menikmati skill bermain bolanya, dan tentu saja kegantengannya sebagai bonus, mohon jangan terpancing emosi kalau nyasar di sini. Tulisan ini khusus ditujukan kepada para cegil yang kelakuannya sudah terlalu gila. Tetap dukung karir sepak bola Nathan secara sehat, di Timnas Indonesia maupun di Swansea City, klubnya saat ini. Semoga ke depan, karir Nathan kian cemerlang dan bisa bermain untuk klub penghuni Premier League!
Katanya, dalam menjalani hidup, kita harus berani bermimpi. Bukan sekadar bermimpi. Sesederhana apa pun mimpinya, kita juga mesti berani mengejar untuk mewujudkannya. Begitu pun denganku, ada mimpi-mimpi yang terus minta dikejar, dan mereka enggan peduli, apakah aku mampu mengejarnya hingga tercapai atau tidak. Sebagai seorang penggemar sepak bola, wajar jika salah satu impianku adalah bertemu dengan para pemain pujaan, biasanya yang ganteng-ganteng, sih.
Setelah beberapa tahun lalu kesampaian bertatap muka langsung dengan seorang pemain sepak bola asal Spanyol, Jose Antonio Reyes, akhir catur wulan kedua tahun ini (Agustus 2014), satu lagi mimpiku terwujud. Meski tak bertatap muka langsung, tetapi aku bisa melihatnya bermain bola secara langsung. Di stadion termegah milik Indonesia pula!
Ialah Fernando Llorente, pemain berkebangsaan Spanyol, yang sejak Piala Dunia 2010 membuatku kagum padanya. Ia yang awal-awal kemunculannya memiliki gaya rambut bak dewa Yunani Kuno. Ia yang begitu rendah hati dan ramah pada penggemar. Dan, ia yang memiliki kepedulian tinggi pada orang-orang tak seberuntung dirinya. Singkatnya, aku mengaguminya bukan karena permainannya di lapangan, namun karena karakter pribadinya.
terpesona (sumber: tumblr)
Tak dimungkiri, selain baik hati, ia juga ganteng. Aku masih ingat betul saat Timnas Spanyol tiba di Polandia dalam rangka mengikuti gelaran Piala Eropa 2012, Llorente lah yang diberi roti penyambutan oleh gadis penyambut tamu. Gadis tersebut mengiranya kapten tim, dan pasti memberikan roti padanya juga karena ia yang terlihat paling ganteng. :P
llorente dengan trofi piala eropa 2012 (sumber: tumblr)
Kedatangan beberapa pemain asal Spanyol ke Indonesia membuatku berani bermimpi jika suatu saat ia pun akan singgah ke negara ini. Tahun 2011, berbekal fanbase abal-abal di Twitter, aku mulai sering mengirimkan tweet-tweet untuknya, berupa bujukan agar mengunjungi Indonesia. Aku selalu menyebutkan kalau Indonesia dekat dengan India, negara yang pernah dikunjunginya dalam rangka misi kemanusiaan. Aku pun sering bertanya padanya, apakah tak ingin seperti beberapa rekan senegaranya, Francesc Fabregas atau Fernando Alonso yang pernah mengunjungi Indonesia, bahkan Fabregas malah sudah dua kali.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada bursa transfer musim panas 2013, ia yang awalnya bermain di Athletic Bilbao memutuskan untuk tak memperpanjang kontraknya dan hengkang ke Juventus dengan status free transfer. Sebelum memutuskan memilih Juventus, beberapa klub ternama sempat memperebutkannya, dan saat itu aku sangat berharap ia akan memilih Arsenal atau Barcelona yang notabene adalah klub favoritku.
madre dan padre yang selalu membanggakannya (sumber: tumblr)
Masa-masa ketika ia di Juventus, aku mulai jarang membribiknya melalui akun fanbase, tapi lewat akun pribadiku, terkadang masih suka mengomentari status atau foto-foto yang diunggahnya.
Hingga kemudian, pertengahan tahun ini, tanpa sengaja aku membaca tweet entah milik siapa, aku lupa. Dalam tweet itu, ia menyatakan kalau tak sabar bertemu Llorente yang akan datang ke Indonesia. Aku langsung penasaran. Alih-alih bertanya pada orang tersebut, aku malah sibuk googling sendiri, mencari tahu dalam rangka apa Llorente datang, kapan datangnya, dan sebagainya. Namun, usahaku sia-sia, tak ada satu pun portal berita olah raga yang memuat berita rencana kedatangannya.
Aku sama sekali tak berpikiran kalau ia akan datang bersama Juventus. Jeda kompetisi memang sering dimanfaatkan para klub kaya untuk melakukan touring. Dan, akhir-akhir ini, Indonesia seringkali menjadi salah satu jujugan mereka. Jadi, kedatangan Llorente ke Indonesia tentu saja bersama klubnya.
Saat itu juga, aku membulatkan tekad harus menontonnya langsung. Kapan lagi bisa menonton aksi idola dari dekat? Saking semangatnya, sampai-sampai aku bertekad akan berangkat sendiri jika memang tak ada temannya. Asal tahu saja, Juventus bukan klub yang kudukung, tapi demi Llorente, apa pun kulakukan. Bahkan, ketika Arsenal ke Indonesia, aku malah tak menontonnya.
Nyatanya, ada dua kawan yang mau ikut. Satu juventini, dan satunya memutuskan ikut karena ingin merasakan suasanadi ibu kota. Sesederhana itu. Sehari menjelang hari H, di tengah arus balik Lebaran yang masih memadati lalu-lintas, kami menuju Jakarta menggunakan bus yang sebelumnya sama sekali tak masuk dalam rencana.
Singkat cerita, pada sore keesokan harinya, kami sudah berada di pelataran GBK. Iya, Gelora Bung Karno yang stadion termegah di Indonesia itu! Ya Allah, lebih dari sepuluh tahun jadi penggila bola, baru kali itu masuk ke stadion megah.
Selepas menukarkan tiket, kemudian sholat maghrib, kami segera masuk ke dalam stadion. Merinding, bisa duduk di salah satu bangku penonton, meski kami berada di tribune atas, area paling jauh dengan lapangan.
Pertandingan baru akan dimulai jam 20.00 WIB, dan aku sudah tak sabar merasakan euforia sebuah pertandingan. Selama ini, biasa nonton bola dari TV saja, sesekali nobar, nonton di stadion kota juga pernah, tapi aku yakin suasananya akan sangat berbeda.
Di tengah-tengah suntuknya menanti, tiba juga giliran para pemain Juventus memasuki lapangan untuk berlatih, yang beberapa menit kemudian berlangsung kick-off antara ISL All Stars melawan FC Juventus. Sorak-sorai dari para suporter dan suara kembang api yang disulut membahana memenuhi seluruh stadion. Mereka meneriakkan nama Pirlo, Buffon, Vidal, Tevez, Pogba, dll. Aku? Tentu saja meneriakkan panggilan kesayanganku untuk Fernando Llorente: Floris!
Selanjutnya bisa ditebak, sepanjang pertandingan mataku tak lepas dari sosoknya. Ke mana pun ia menggiring bola, dari kejauhan, mataku terus saja mengawasinya. Permainan indahnya menghasilkan empat gol yang dilesakkan ke gawang Kurnia Meiga, kiper yang mengawal gawang ISL All Star.
mau banget jadi anak yang dipegang pundaknya itu! (sumber: Nine Sport Inc.)
Aaaakk... akhirnya aku bisa melihatnya langsung. Mata sampai berkaca-kaca karena saking senangnya. Dulu, sempat mengira kalau salah satu mimpiku itu akan terwujud dalam waktu yang masih lama. Kenyataannya, ketetapan Allah memang tak bisa diterka. Memang benar kalau konspirasi semesta turut serta membukakan jalanku, mulai dari adanya kawan yang mau menemani, kedatangan bus penyelamat, telepon dari Budhe di Jakarta, dan banyak hal lainnya lagi.
ada llorente dalam foto yang berkualitas sangat buruk ini (dok. pribadi)
Terima kasih, Avi dan Catur, yang telah menemaniku menjemput mimpi. Tanpa kalian, mungkin aku batal ke Jakarta, karena aku tak yakin akan benar-benar nekat berangkat sendiri. Pengalaman tersebut menjadi yang paling berkesan di 2014 ini, sekaligus menjadi yang takkan terlupakan dalam hidup. Terima kasih juga untuk Nine Sport Inc, selaku pihak promotor yang mendatangkan Juventus FC. Tanpamu, mimpi bertemu Llorente belum akan terwujud.
Dan, mimpi tersebut pun berlanjut... kelak, giliranku yang akan mengunjungi negara Llorente. Semoga!
Kalau tak malas, aku juga akan menuliskan kisah kami menjadi gembel di ibukota. Mulai dari kegalauan di Kutoarjo, city tour di Jakarta, hingga detail pengalaman berada di GBK. Pastinya, tulisan tersebut untuk tahun depan, yaa... ;)
Nasib buruk atau apa ya namanya, kalau dua tim yang kudukung dan kujagokan di Piala Dunia 2014 ini harus pulang lebih awal dari yang diperkirakan. Yak, Gli Azzurri akhirnya harus menyusul La Roja untuk segera angkat koper dari Brasil setelah Rabu dini hari (25/06) di Stadion Arena das Dunas dikalahkan oleh tim berjuluk La Celeste, Uruguay, dengan skor tipis 0-1.
skuad gli azzurri saat melawan la celeste (sumber: @Vivo_Azzurro)
Sebenarnya, Gli Azzurri hanya membutuhkan hasil imbang untuk melaju ke 16 besar. Tapi, bukan perkara mudah untuk sekedar bermain imbang melawan Uruguay. Sejak menit awal, pertandingan memang tidak bertempo cepat, tapi tetap berlangsung alot. Italia cenderung bermain lambat dan berhati-hati dalam menusuk ke jantung pertahanan lawan. Sedangkan Uruguay, menunggu diserang dan segera melakukan counter attack. Wajar saja, kerena laga tersebut merupakan penentu hidup atau mati bagi kedua negara. Uruguay juga masih berpeluang lolos, asalkan bisa mengantongi tiga poin di laga tersebut.
Pada babak kedua, tempo permainan masih belum berubah, namun serangan kedua kubu semakin sering dan sesering itu pula bola berhasil dimentahkan oleh barisan pertahanan atau kiper masing-masing. Puncaknya adalah ketika gelandang Italia, Claudio Marchisio diganjar kartu merah oleh wasit Marco Rodriguez pada menit ke-59. Marchisio dianggap mengangkat kaki terlalu tinggi saat mempertahankan bola.
kartu merah untuk marchisio (sumber: @Vivo_Azzurro)
Bukannya menjadi kacau, permaian Italia justru terlihat semakin solid terutama di lini pertahanan. Hingga akhirnya, petaka itu datang... penyerang Uruguay yang bermain untuk Liverpool, Luis Suarez berulah dengan menancapkan barisan gigi depannya ke pundak Giorgio Chiellini alias menggigit saat perebutan bola. Chiellini yang kesakitan, refleks menyorongkan pundaknya ke gigi Suarez sebelum kemudian terjatuh. Dan tiba-tiba, Suarez ikut jatuh, antara pura-pura kesakitan, atau memang sakit beneran karena giginya mengenai tulang selangka Chiellini. Awalnya, wasit memang tak melihat insiden tersebut. Namun, setelah melihat kedua pemain tersebut dalam posisi terduduk di rumput, harusnya ia berusaha untuk memastikan apa yang terjadi, bukannya malah bergeming saja. Padahal, Chiellini pun sudah bersuka-rela menurunkan jersey-nya untuk menunjukkan bekas gigitan.
Entah karena kejadian tersebut atau bukan, permainan Italia mulai buyar. Di menit ke-81 Uruguay mendapat tendangan sudut yang kemudian berhasil disundul oleh Diego Godin dan menjebol gawang Gianluigi Buffon. Setelahnya, Italia terus melancarkan serangan untuk menciptakan gol balasan. Bahkan, di menit-menit akhir, Buffon ikut maju membantu serangan. Sayangnya, dewi fortuna enggan mendekat. Hingga wasit meniup peluit panjang, kedudukan tak berubah.
Antiklimaks. Mengawali laga di babak penyisihan dengan penampilan meyakinkan dan berhasil membungkam tim sekelas Inggris 2-1. Pada laga kedua, anak-anak asuhan Cesare Prandelli justru tak dapat berbuat banyak dan dikalahkan Kosta Rika. Rabu dini hari di laga terakhir Grup D, Italia harus kembali menelan kekalahan dari Uruguay. Dengan perolehan tersebut, Italia mengulang kisah lama, kiprahnya harus terhenti di babak penyisihan, sama seperti saat Piala Dunia 2010.
"Kamimemiliki harapan yang sangat besar,sayangnya kami takmencetak gol dalamdua laga terakhir, dan kami hanya menciptakan sedikit peluang." ~ Gianluigi Buffon
Kepulangan Italia menandai bahwa aku tak punya tim jagoan lagi di Piala Dunia kali ini. Tak ingin mutung―dengan cara tak menonton pertandingan-pertandingan selanjutnya hingga babak final―seperti beberapa teman yang juga kehilangan tim jagoan, aku memutuskan untuk tetap menonton dan menjadi penggembira saja. Kalau ngetwit untuk mengomentari pertandingan yang sedang berlangsung, pakainya hashtag #SuporterHore. Hahaha...
Beberapa saat setelah pertandingan usai, sang allenatore memutuskan mundur dari kursi kepelatihan Gli Azzurri. Prandelli memang tak sempat mempersembahkan gelar, namun tangan dinginnya patut diberi pujian karena dalam masa empat tahun kepelatihannya, ia berhasil membawa Italia menjadi finalis Piala Eropa 2012, meski pada akhirnya harus cukup puas sebagai runner-up. Selain itu, Prandelli juga berhasil membawa Italia menjadi runner-up kedua dalam ajang Piala Konfederasi 2013.
Seperti yang terjadi pada La Roja, tragedi ini adalah pelajaran. Pelajaran untuk bangkit dan terus berjuang! Grazie lo stesso Ragazzi!
Dalam laga pamungkas Grup B melawan Australia malam tadi (23/06) di Stadion Estadio Joaquim Americo Guimaraes, La Roja akhirnya mampu menunjukkan kembali permainan apiknya dengan menyarangkan tiga gol tanpa balas ke gawang Mathew Ryan. Meski hasil yang diperoleh tak akan membuat lolos ke babak 16 besar Piala Dunia 2014, paling tidak, Spanyol memberikan penampilan yang menghibur untuk para pendukungnya. Hasil tersebut juga sebagai pembuktian bahwa mereka mampu belajar dan bangkit dari apa yang telah dialami sebelumnya.
skuad spanyol saat melawan australia (sumber: tumblr)
Pelatih Vincente del Bosque memberi kesempatan pada beberapa pemain yang di dua laga sebelumnya hanya duduk di bangku cadangan. Kiper kedua, Pepe Reina mendapat kepercayaan untuk mengisi pos Iker Casillas yang dalam beberapa sesi latihan masih nampak terpukul dengan kegagalan timnya. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh kiper yang saat ini bermain untuk Napoli tersebut. Ia tampil gemilang dan berhasil menjaga keperawanan gawang Spanyol hingga akhir pertandingan.
Di barisan belakang dan tengah, del Bosque juga memberi kesempatan pada Juanfran Torres, Raul Albiol, Koke Resurrección, dan Santiago Cazorla. Entah ingin membuktikan bahwa mereka pantas menjadi starter atau memang ingin memberikan yang terbaik di pertandingan terakhir Piala Dunia 2014, keberadaan mereka dalam skuad benar-benar membuat penampilan Spanyol menghibur. Sangat berbeda dengan dua pertandingan sebelumnya yang seolah tak ada semangat dan membuat emosi jiwa.
Tiga gol yang berhasil dilesakkan, masing-masing diciptakan oleh David Villa, Fernando Torres, dan gol penutup oleh Juan Mata yang bermain menggantikan Villa. Torres dan Villa, di dua laga sebelumnya harus cukup puas duduk di bangku cadangan untuk memberikan kesempatan pada Diego Costa. Namun, tahu sendiri kan, apa yang terjadi? Penampilan Spanyol dalam laga yang semacam friendly match tersebut, menurutku sangat menghibur. Mereka mampu bermain tanpa beban dan terlihat lebih padu. Kenapa nggak dari kemarin-kemarin sih main begitu??
el guaje mencium badge spanyol usai mencetak gol (sumber: football-hqs)
menangis di pertandingan terakhir. :') (sumber: @FansofArsenal2)
Bagi Andres Iniesta, laga Spanyol lawan Australia merupakan laga istimewa. Ia telah menggenapkan penampilannya dalam memperkuat La Roja menjadi 100 angka. Enhorabuena, Andres! Selain itu, bagi David Villa, pertandingan melawan Autralia merupakan penampilan terakhirnya bersama Spanyol. Sebelumnya, ia telah menyatakan akan gantung sepatu setelah Piala Dunia 2014. Dalam laga perpisahannya, pemain berjuluk El Guaje itu berhasil menciptakan sebuah gol cantik yang terbilang langka melalui tumitnya. Ia terlihat begitu emosional setelah mencetak gol tersebut, dengan kemudian berkali-kali mencium badge Spanyol di dada kiri. Ketika kemudian ditarik keluar pada menit ke-55, Villa terlihat lebih emosional lagi. Sebelum keluar lapangan, ia memeluk Juanfran yang berada di dekatnya dan terus menitikkan air mata hingga ia sudah duduk di bench. Huhuhuw... jadi ikut sedih ngeliatnya. :'(
Peluit panjang telah berbunyi. Kiprah La Roja di gelaran sepak bola paling akbar sejagat raya tahun 2014 memang telah usai, namun perjuangan dan langkahnya tak lantas ikut berhenti. Mulai sekarang, Spanyol harus bersiap untuk perjuangan berikutnya dalam kualifikasi Piala Eropa 2016 di Prancis. Semoga lolos, dan semoga mampu mempertahankan gelar. Terima kasih untuk perjuangan yang tanpa henti.
Hasta luego, España!
***
*review lengkap pertandingan, silakan klik di sini...
Seharian ini (19/06) pasti banyak pembencimu yang tengah menertawakan ketakberdayaanmu. Biarkan saja! Biarkan mereka tertawa hingga puas, hingga rahang enggan mengatup kembali!
Tergabung sebagai unggulan pertama di Grup B bersama Belanda, Chile dan Australia, kau tak mampu "berbicara" banyak. Setelah pada laga sebelumnya dibantai Belanda 1-5, hari ini giliran dilumat Chile 2-0. Dengan hasil buruk tersebut, kiprahmu sebagai penyandang juara bertahan harus berakhir dalam ajang Piala Dunia 2014.
Apakah engkau mengalami tekanan karena beban berat yang harus ditanggung? Wajar saja, dalam enam tahun terakhir, kau berturut-turut merengkuh tiga gelar juara: kampiun Piala Eropa 2008, Piala Dunia 2010, serta Piala Eropa 2012. Apakah engkau mulai lelah dan tak mampu menanggung beban tersebut? Entahlah! Hanya Tuhan dan engkau sendiri yang tahu jawabannya. Kau boleh saja lelah memikul beban berat di pundakmu, tapi jangan sampai lelah untuk terus berjuang. Dan satu yang pasti, apa pun yang terjadi, aku tetap jadi pendukungmu!
Dear, La Roja...
Ketika pada laga pertama di babak penyisihan, kau dipukul telak oleh Belanda hingga jatuh tersungkur kemudian terguling-guling, aku segera menyadari kalau kau takkan lama di ajang sepak bola paling bergengsi sedunia tersebut. Maaf, bukannya pesimis atau tak yakin dengan penampilanmu, aku hanya mencoba melihat secara objektif. Nyatanya, penampilan yang kau suguhkan sungguh jauh berbeda dengan penampilan-penampilan sebelumnya.
"R.I.P tiki-taka!" begitu kata orang-orang. Mereka beranggapan bahwa strategi yang selama ini menjadi identitas permainanmu sudah tak efektif alias mati. Padahal, aku justru tak melihat gaya tiki-taka lagi dalam dua pertandingan terakhir. Menurutku, identitas tersebut bukan mati, tapi menghilang dari permainanmu. Penggawamu seringkali kehilangan bola saat mengumpan, serangan yang dibangun mudah pula digagalkan oleh lawan, dan yang paling mengkhawatirkan adalah buruknya pertahanan yang kau miliki. Bayangkan saja, dua pertandingan, tujuh kali kebobolan, dan hanya sekali mencetak gol―itu pun dari titik putih. Penampilanmu saat ini seolah tak ada gregetnya. Sekali lagi, maaf, penampilanmu terlalu biasa! Terlepas dari itu semua, kalau pun tiki-taka memang telah mati, belum tentu ada negara lain yang mampu menyamai perolehan gelarmu "hanya" dengan menggunakan strategi yang sama.
Sebelum laga selanjutnya, aku telah mencoba untuk bersikap optimis, tetapi entah mengapa, aku tetap tak mampu. Ditambah lagi melihat penampilan apik Chile ketika menghantam Australia. Benar saja, dini hari tadi menghadapi Chile, kau harus kembali takluk. Seiring dengan dibunyikannya peluit panjang tanda selesainya pertandingan, peluangmu untuk lolos ke babak berikutnya pun ikut kandas.
Memang, masih ada satu pertandingan melawan Australia, tetapi itu takkan mengubah keadaan. Paling hanya untuk menunjukkan gengsi saja, apakah kau akan menang sehingga citra dirimu sedikit membaik atau justru kalah lagi sehingga membuatmu semakin menjadi bulan-bulanan haters?
Yang pasti, pasukanmu di bawah asuhan Vincente del Bosque, tetap akan membawa pulang koper-koper lebih awal dari yang diharapkan. Ucapkan selamat tinggal pada tanah Brasil yang penuh dengan tanaman kopi. Berharap, kita berjumpa kembali di Piala Dunia berikutnya. Dengan pasukan baru, dengan harapan baru pula.
Dear, La Roja...
Tak usah ditanya, aku kecewa atau tidak. Meski tak sampai menangis―karena aku memang tidak bersedih―seperti ketika Italia dikirim pulang oleh pasukan ginseng pada Piala Dunia 12 tahun lalu, perasaan kecewa di hatiku saat ini sama besarnya seperti saat itu. Sama besarnya pula dengan perasaan kecewa ketika pada Piala Dunia 2010 silam, Italia sebagai juara bertahan harus tersingkir di babak penyisihan juga. Bedanya, kala itu Italia mampu meraih hasil lebih baik dengan dua kali seri dan sekali kalah.
Kalau ingin, aku bisa saja menyalahkan sang entrenador yang sepertinya kurang tepat meracik strategi dan keliru membawa pemain. Aku bisa saja menyalahkan Diego Costa yang digadang-gadang mampu melesakkan banyak gol, namun nyatanya perkiraan tersebut hanyalah sebuah harapan. Performanya sangat jauh dari yang diharapkan, mungkin menjadi beban baginya harus berlaga di negara tempatnya dilahirkan dan dibesarkan yang kemudian ditinggalkannya demi membela negara lain.
Aku bisa saja menyalahkan Iker Casillas dan barisan pertahanan yang setelah ditinggal Carles Puyol seolah menjadi benteng tanpa penjaga yang bebas dimasuki musuh. Aku bisa saja menyalahkan barisan tengah yang ibarat anak-anak ayam kehilangan induknya, berlari ke sana-kemari kebingungan tanpa koordinasi dan tanpa tujuan jelas. Namun, aku memilih tak menyalahkan siapa pun. Segala sesuatu ada masanya. Kadang di puncak kejayaan, dan kadang harus terpuruk pada titik terendah. Semua harus dihadapi, semua harus diterima dengan lapang dada.
Dear, La Roja...
Aku sangat mengerti, kau pun tak pernah menyangka semua akan seperti ini. Situasi ini memang mengecewakan dan menyakitkan. Benar kata salah satu grup band di negaraku, Letto, "Rasa kehilangan hanya akan ada jika kau pernah merasa memilikinya."
Meski kehilangan peluang untuk mempertahankan titel juara, engkau harus pulang dengan kepala tegak! Engkau harus tetap berbangga, karena walau bagaimanapun, engkau beserta para penggawamu telah terekam dalam sejarah persepakbolaan dunia. Ya, kau adalah pemegang rekor hat-trick juara kompetisi bergengsi di dunia. Bukan hal mudah untuk mencapai rekor tersebut, dan bukan hal mudah juga bagi negara lain untuk memecahkannya. Sé fuerte!
Kami para suporter, akan terus berada di depan, sisi, dan belakangmu. Kami para suporter, akan terus mendukungmu. Ketika kau mengucapkan terima kasih atas dukungan yang terus kami berikan, maka kami pun berterima kasih untuk persembahan yang telah kau berikan. Kami yakin, setelah ini, engkau akan bangkit, menata kembali, dan melanjutkan perjuangan. Kalau kata PepGuardiola, "Life is not only about winning. Now we have to recover, that's life."
"Kita tak bisa selalu menang, tapi untungnya, kita bisa melihat ke belakang dan melihat semua yang telah kita capai." ~ Fernando Torres
Segala kenangan indah tentangmu, terlalu manis untuk dilupakan. Dan, segala kenangan pahit tentangmu, terlalu berharga juga untuk dibiarkan begitu saja. Hidup itu tentang belajar dan berjuang. Belajar dari masa lalu untuk menghadapi masa depan, belajar dari segala kegagalan untuk merengkuh kejayaan, dan tentunya belajar dari segala keberhasilan untuk bangkit kembali jika kelak terpuruk. Tak ada kata menyerah di hati setiap orang yang terus berjuang!
Animo y a pensar en el futuro! Vamos, La Furia Roja!
Pada empat hari pertama gelaran Piala Dunia 2014, banyak pertandingan berkelas yang ditampilkan. Selain pertandingan di atas lapangan, ada juga beberapa momen yang kala kita melihatnya, membuat hati menghangat. Setelah kehebohan foto Mark Bresciano, kini giliran foto para suporter Jepang yang menjadi perbincangan para penikmat sepak bola.
Tak perlu bicara banyak, foto di bawah ini, memperlihatkan betapa suporter Jepang memiliki kelas mereka sendiri. Kesadaran!
suporter jepang memunguti sampah mereka sendiri (foto: nemu di tumblr)
Dalam pertandingan melawan Pantai Gading (15/06), Jepang memang kalah 2-1. Namun, para suporternya memilih kalah dengan terhormat dan menjadi contoh positif bagi siapa pun yang sering menonton sepak bola di stadion, atau suporter-suporter lainnya di mana pun mereka berada.
Ya, di foto tersebut, sebelum meninggalkan stadion, tampak para suporter Samurai Biru memunguti dan mengumpulkan sampah yang mereka hasilkan selama pertandingan berlangsung. Bukan rahasia lagi kalau penduduk Jepang merupakan orang-orang dengan disiplin tinggi.
Mungkin, Pantai Gading memang yang memenangkan pertandingan. Namun, apa yang dilakukan para suporter Jepang tersebut telah memenangkan hati para penikmat bola. Ganbatte!
Entah, siapa yang awalnya mengunggah foto di bawah ini ke Twitter. Sejak dini hari hingga pagi ini (16/06), melalui berbagai akun fanbase bola, foto tersebut bersliweran di timeline. Kalau dilihat dari watermark-nya, kemungkinan diambil dari portal berita The Herald Sun. Tapi, mungkin juga dari Herald Sun Australia, mengingat pemain yang tertangkap kamera adalah penggawa Sooceroos yang juga pernah merumput di Serie-A bersama Parma dan Lazio, Mark Bresciano.
bresciano mengikatkan tali sepatu seorang anak penyandang cacat (diambil dari: @Footy_Jokes)
Dalam dunia sepak bola, pun cabang olahraga lainnya, sportifitas dan fair play memang patut dijunjung tinggi. Itu sebabnya dalam setiap pertandingan internasional, anak-anak selalu disertakan sebelum kick-off. Anak-anak yang pada dasarnya bersifat polos dan jujur, oleh FIFA digunakan sebagai simbol untuk mengampanyekan fair play, dengan tujuan sepak bola harus dijauhkan dari segala kecurangan dan tindakan tak sportif lainnya. Hal tersebut terlihat dari fair play flag yang dibawa oleh sekelompok anak yang digandeng masing-masing pemain saat memasuki lapangan hingga sebelum peluit dibunyikan. Kedua tim, termasuk para suporternya, harus memegang prinsip fair play dalam pertandingan. Mereka harus bermain adil dan mau menerima setiap hasil pertandingan, baik menang, seri, maupun kalah.
Pada foto di atas, tampak Bresciano membantu mengikatkan tali sepatu seorang anak dengan sepasang tongkat penyangga kaki yang digandengnya sebelum laga antara Chile melawan Australia di gelaran World Cup 2014. Pemain yang dipercaya membela Australia sejak 2001 tersebut bukan hanya menjunjung sportifitas ketika bermain, namun juga di luar permainan itu sendiri. Ia telah memberikan sebuah teladan bagi kita semua. Bahwa, dalam berbuat kebaikan atau membantu orang lain, kita musti melupakan siapa diri kita dan siapa yang akan kita tolong. Seperti apa yang pernah diucapkan oleh Gus Dur, "Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan
sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa
agamamu."
Sekitar dua jam lalu (31/05), Vincente Del Bosque selaku pelatih tim nasional Spanyol, resmi mengumumkan nama-nama dalam skuad la furia roja yang akan dibawanya pada gelaran World Cup 2014 Brazil. Tak ada nama pacarku Fernando Llorente di sana. Huhuhuw... :(
Tak dimasukkannya Llorente dalam skuad, sebenarnya bukan hal yang mengejutkan bagiku. Performanya selama bermain untuk Juventus memang tergolong bagus, bahkan ia mampu mempersembahkan scudetto untuk klub berjuluk la vecchia signora tersebut. Lantas, apa yang menjadi penyebab ditinggalkannya Llorente? Tak lain adalah performa apik Diego Costa bersama Atletico Madrid. Pemain naturalisasi asal Brasil tersebut mampu meyakinkan Del Bosque agar memilihnya untuk melengkapi barisan penyerang. Selain itu, Del Bosque akhirnya juga memanggil kembali Fernando Torres yang awalnya sempat diragukan karena penampilannya bersama klub agak menurun. It's okay, semoga nama besar Torres masih membawa hoki untuk la roja.
Nama lain yang tak dipanggil adalah penjaga gawang Victor Valdes. Cedera berkepanjangan memaksa untuk mengikhlaskan posisinya sebagai kiper ketiga Spanyol. Sebagai pengganti Valdes, sang entrenador menunjuk David De Gea yang bermain di Manchester United. Del Bosque juga meninggalkan Alvaro Arbeloa dan menggantinya dengan Cesar Azpilicueta, bek Chelsea yang beberapa waktu lalu sempat mengunggah video tentang cara melafalkan namanya dengan benar ke youtube. Maklum, nama orang Basque terkadang memang susah dilafalkan dalam dialek Inggris. :))
Koke dan Juanfran menjadi nama baru lainnya yang masing-masing mengisi posisi gelandang menggantikan Jesus Navas dan bek menggantikan Carles Puyol yang memutuskan gantung sepatu. Kedua pemain tersebut bermain di Atletico Madrid, klub yang musim ini sedang naik daun dikarenakan berhasil menyabet juara La Liga dan menembus final UEFA Champions League, meski akhirnya harus cukup puas sebagai runner-up setelah takluk oleh klub sekota, Real Madrid.
skuad spanyol di piala dunia 2014 (sumber: sefutbol.com)
Berikut ini adalah nama-nama yang telah disusun Del Bosque untuk mengisi skuad asuhannya:
Kiper: Iker Casillas (Real Madrid), Pepe Reina (Liverpool/Napoli), David de Gea (Manchester United)
Gelandang: Jorge Resurreccion (Atletico Madrid), Xavi Hernandez (Barcelona), Xabi Alonso (Real Madrid), Andres Iniesta (Barcelona), Sergio Busquets (Barcelona), Cesc Fabregas (Barcelona), Santi Cazorla (Arsenal), David Silva (Manchester City), Juan Mata (Manchester United)
Penyerang: Pedro Rodriguez (Barcelona), Fernando Torres (Chelsea), David Villa (Atletico Madrid), Diego Costa (Atletico Madrid).
Siapa pun mereka, dan bermain di klub mana pun mereka, aku akan tetap mendukung tim nasional yang terletak di Semenanjung Iberia tersebut. Semoga, perpaduan antara pemain muda dan pemain sarat pengalaman yang diracik Del Bosque, mampu memboyong kembali trofi Piala Dunia untuk dipersembahkan pada Raja Juan Carlos dan Ratu Sofia. :P
Hari ini, dunia persepakbolaan berduka, khususnya bagi para fans FC Barcelona. Jumat sore waktu Catalunya (25/04), Francesc Vilanova yang akrab disapa Tito, akhirnya kembali pada Tuhan dalam usia 45 tahun, setelah gagal menjalani operasi kanker tenggorokan yang dilakukan sehari sebelumnya. Perjuangan Tito melawan penyakitnya dimulai sejak November 2011 lalu.
barcelona berduka (dok. kompas)
Sepanjang karirnya bersama Barca, Tito pernah menjadi bagian dari akademi La Masia pada 1984-1989. Beberapa tahun kemudian, ialah yang melatih dan mendididik para calon pemain hebat di La Masia. Sebut saja Cesc, Pique, dan Messi merupakan hasil didikkannya. Ia juga pernah menangani tim Barca B, hingga kemudian, pada musim panas 2008 naik pangkat saat diserahi jabatan sebagai asisten pelatih fenomenal, Pep Guardiola. Kebersamaan mereka selama empat tahun dalam bahu-membahu menangani azulgrana, mampu memenangkan 14 trofi.
Puncaknya adalah ketika Pep memutuskan mundur sebagai pelatih Barca, Tito yang kemudian ditunjuk klub sebagai suksesornya. Satu musim (2012/2013) menahkodai Barca, Tito berhasil mempersembahkan gelar La Liga dengan torehan rekor 100 poin. Fantastis!
Pria kelahiran Bayó 17 September 1968 tersebut, dikenal sebagai pribadi yang tak kenal lelah dan pejuang tangguh dalam melawan penyakitnya. Perangainya pun terkesan kalem dan tak mudah terpancing emosinya―ingat kejadian ketika matanya dicolok Mou, kan? Pada April 2013, kanker yang menyerangnya semakin mengganas. Ia pun memutuskan mundur dari kursi kepelatihan Barca, agar bisa lebih fokus dalam menjalani perawatan dan penyembuhan. Ya, kemudian ia memang berjuang hingga akhir melawan kanker yang menggerogotinya.
Mungkin, bagi klub lain, Tito bukan siapa-siapa. Namun, perjuangan dan ketangguhannya lah yang membuat kagum. Sehingga, ucapan bela sungkawa pun datang dari berbagai penjuru. Baik dari pihak klub dan para pemain Barca, dari klub-klub lain, dari para pemain dan pelatih di berbagai klub, bahkan dari para atlet di cabang lain. Dari sekian banyak ucapan yang mengalir, aku paling tekesan dengan yang dipostingDani Alves dalam akun Instagram-nya.
selamat jalan, tito (dok. alves)
Dios es el dueño de todo, sólo el sabe nuestro llegada, nuestra salida, en sus manos nuestras vida. En tierra tenemos nuestro cumplir y cuando hemos cumplido, llegara la hora de partir, somos un nada, somos un todo. Hoy si nos va un grande espirito, una grande persona, nos dejando un grande legado de dedicación, de lucha, de que lo bien más precioso que tenemos es la vida. "GRACIAS TITO POR LUCHAR HASTA EL FINAL POR ESE BIEN" Sólo pido a Dios que derrame sobre su familia tu paz, tu amor y tu cariño en ese momento tan difícil. DESCANSE EN LA PAZ DE DIOS.
Lagi-lagi dengan bantuan @barcastuff yang telah meng-inggris-kan, aku pun bisa menangkap maksudnya yang kira-kira seperti ini, "Tuhan-lah pemilik segala, Dia yang mengetahui kapan kita datang, kapan kita pergi (dari kehidupan), hidup kita ada di tangan-Nya. Di bumi ini kita dipertemukan, dan di mana ada pertemuan, akan tiba juga saat perpisahan. Kita bukan apa-apa, kita satu kesatuan. Hari ini, seseorang dengan semangat luar biasa telah pergi, seseorang yang hebat. Meninggalkan warisan sebuah dedikasi, perjuangan, dan keyakinan bahwa hal paling berharga yang kita miliki adalah kehidupan. Terima kasih, Tito, telah berjuang hingga akhir untuk kebaikan. Aku hanya meminta kepada Tuhan, untuk memberikan kedamaian bagi keluargamu, cinta dan kasih sayang dalam masa sulit ini. Istrirahat lah dalam kedamaian Tuhan."
Sebagai cules, kami akan terus mengenangmu, Tito. Terima kasih untuk segalanya. Engkau pergiterlalu cepat, tapi kami akanmenghargaimomen-momen hebatketika kita menjadi bagian dalam sebuah klub yang sama. Seperti kata pacarkuFernando Llorente, "Has sido un ejemplo de lucha para todos, te recordaremos siempre, Tito. Descansa en paz." Selamat jalan, Tito... :'(
Rasanya sudah lama sekali tak menulis tentang hal-hal berbau sepak bola, khususnya Timnas Spanyol, salah satu tim yang kudukung dalam gelaran sepak bola paling akbar seantero Eropa. Setelah (lagi-lagi) iseng, aku pun menemukan sesuatu yang akhirnya ingin aku bagi di sini. Tapi tunggu dulu! Jangan berharap apa yang kutulis adalah prediksi ataupun strategi permainan di ajang Euro 2012. Itu salah besar, hahaha... karena yang akan kubagikan hanyalah sebuah hal remeh saja.
Pesta sepak bola paling bergengsi antar negara sejagad Eropa hanya tinggal dua hari lagi. Tim-tim peserta yang berjumlah keseluruhan 16 negara mulai berdatangan ke dua negara tuan rumah, yaitu Ukraina dan Polandia. Spanyol sang juara bertahan yang kebetulan mendapat markas latihan di Polandia, baru tiba Selasa lalu (05/06).
Sebelum masuk ke hotel tempat mereka menginap yang terletak di kawasan Gniewino, Polandia, seluruh penggawa la roja mendapat sambutan khusus dari sebuah komite di Polandia. Seorang gadis berpakaian tradisional Polandia membawa sekeranjang roti besar bertabur garam yang kemudian diserahkan pada salah satu pemain la roja. Siapakah pemain beruntung tersebut? Dialah Fernando Llorente, striker jangkung yang (menurutku) memiliki paras bak dewa-dewa dalam mitologi Romawi atau Yunani kuno.
llorente belum sadar dirinya akan mendapat 'hadiah'
lihatlah ekspresi pedro! :))
"okelah!" batin llorente
tetep ngeksis pake hape arbeloa. :P
Sontak saja, Llorente kebingungan mendapat sebuah hadiah yang tak disangka-sangka, karena ia merasa bukan lah kapten ataupun pemain bintang dalam tim. Ia pun tak tahu apa yang harus diperbuat dengan roti di tangannya, sementara rekan-rekannya, bagai mendapat hiburan gratis, mereka tertawa dan bertepuk tangan dengan puas melihat adegan tersebut. Dalam sebuah video yang diunggah di youtube, nampak Pedro dan Cesc sangat geli dengan apa yang terjadi pada Llorente.
Sekadar informasi, di Polandia, roti bertabur garam merupakan sajian tradisional yang biasanya diberikan saat ada resepsi pernikahan. Jadi, bukan tanpa alasan kalau salah satu pemain Spanyol, Alvaro Arbeloa mengunggah foto Llorente dalam akun twitternya dengan memberi keterangan "Gran Recepción!!" Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa gadis pembawa roti tersebut memilih Llorente dari para pemain dan staf pelatih yang ada pada saat itu? Mungkin si gadis memilih lelaki yang paling ganteng kali yee? :P
Usut punya usut, saat salah satu jurnalis menanyakan pada gadis tersebut, apakah ia tahu siapa lelaki yang diberinya roti. Si gadis menjawab, "Tentu saja aku tahu. Dia kapten tim bukan?" Hasilnya, tertawalah para wartawan yang sedang mengerumuninya.
Terlepas dari lucu atau tidaknya menurut kalian, bagiku hal itu sangat menarik dan menghibur, hingga membuatku harus menahan tawa di tengah-tengah suasana kerja. Ini baru salah satu hal remeh menjelang Euro 2012. Aku yakin, saat pesta sudah digelar, maka akan banyak hal menarik lainnya yang terjadi dari balik lapangan. ;)
Being Barcelona coach for four years is an eternity. ~ Josep Guardiola
Ini tak dapat dipercaya, tapi kenyataannya Josep Guardiola benar-benar mundur dari Barça. Jumat (27/04) siang, pukul 13.30 waktu Catalunya, dalam sebuah konferensi pers, didampingi oleh presiden klub Sandro Rosell dan manajer klub Andoni Zubizarreta, secara resmi ia mengumumkan bahwa tak akan memperpanjang kontraknya bersama klub yang telah dilatihnya sejak musim panas 2008 lalu. Kontraknya bersama FC Barcelona memang akan habis di akhir musim 2011/2012 ini.
Momen yang sangat sentimental bagi kami, Culés―suporter El Barça. Bagaimana tidak, selama empat tahun masa kepelatihannya, banyak hal indah terjadi. Sebelas trofi telah dipersembahkan oleh entrenador berkepala plontos itu. Tak hanya trofi, pelatih yang akrab dipanggil Pep tersebut juga mengajarkan banyak hal pada para pemain, seluruh staf, dan kami para suporter.
Statistik Pep selama menangani blaugrana (tumblr.com)
Seperti yang pernah kusampaikan dalam sebuah tulisan, banyak kata dan tindakan Pep yang sangat membekas di hati. Jadi, wajar saja kalau para Culé tak rela jika ia mundur. Bahkan saat masih di kantor, aku sampai harus bersusah payah menahan agar air mataku tak mengalir.
Menyaksikan konferensi pers secara streaming dan menyimak live tweet tayangan tersebut yang sudah di-inggris-kan oleh @barcastuff, membuatku sangat terharu. Alhasil, sesampai di rumah aku menumpahkan segalanya, untung saja saat itu rumah sedang suwung. Parahnya lagi, saat akan tidur kembali menangis. *oke, ini lebay*
Semalaman mengenang apa-apa yang terjadi selama empat tahun ke belakang. Kupikir, itulah saat paling emosional selama hampir 12 tahun menjadi penggila bola. Dan aku tahu, aku tak sendirian. Banyak di luar sana, Culés yang menangis sepertiku. Menangis karena tak ikhlas ditinggal.
Bagaimana dengan para pemain yang ditinggalkan? Tentu saja tak kalah sedihnya dari para suporter. Lionel Messi yang sangat dekat dengan pelatihnya tersebut sampai memutuskan tak ikut menghadiri jumpa pers karena ia tak ingin menangis disaksikan oleh banyak pasang mata. Sedangkan para pemain lain yang turut dalam jumpa pers, bisa disaksikan sendiri dalam video, bagaimana raut muka mereka.
Bye, Pep!
Orang lain boleh saja mengatakan ini hanya sepak bola dan kami terlalu berlebihan. Tapi kenyataannya, memang seperti itulah yang kami rasakan. Kehilangan Pep, rasanya seolah kehilangan orang yang benar-benar dikenal dalam kehidupan. Entahlah, magnet apa yang telah ditebarkan olehnya selama ini, tapi dia benar-benar membuat kami terpukau padanya, terkagum-kagum, juga seperti sangat dekat dengannya.
Memang agak disesalkan, mengapa ia memutuskan meninggalkan Barça saat kondisi klub sedang agak menurun―kalah dari Madrid, pun gagal mencapai final Liga Champions. Bagi orang-orang yang tak tahu atau lebih tepatnya para barisan sakit hati, mereka selalu berpikiran buruk tentang Barça, termasuk saat Pep memutuskan berhenti. Mereka berpikiran Pep sengaja meninggalkan klub karena dirinya merasa gagal di musim ini. Padahal kenyataannya, bukan alasan tersebut yang membuatnya memutuskan berhenti. Dalam jumpa pers Jumat lalu, inilah yang disampaikan oleh Pep mengapa ia memutuskan berhenti dari FC Barcelona.
“Now I need time, there’s no bigger challenge for someone who was born 60 kilometres away than being Barça coach.”
“I could have continued but I wouldn’t have the enthusiasm this club deserves. I need to find again the hunger to eat the world.”
“It wouldn’t have been a good thing, not for me, not for the players, if I would have continued.”
“I know what I leave behind, the best place I could be at, but I have to do this. I need to take a step back to recharge.”
“Being Barcelona coach for four years is an eternity.”
“I leave with the feeling of a job well done. I’m proud to have been Barcelona’s coach.”
“Now I will rest, and do other things, I will take some distance. We’ll see where life brings me…”
“I thank players for turning into reality millions of actions and games I imagined. Can’t imagine what that means for a coach.”
“More than about the results, I’m satisfied about the way we have done it.”
“I won’t keep the titles, I will keep the memories of personal relations, what we lived together. That has been the best part.”
Kami tahu, setelah ini Pep memang takkan ke mana-mana. Dia hanya membutuhkan waktu untuk mengistirahatkan raga dan pikirannya. Namun, siapa yang tahu kalau musim depan dia menerima tawaran untuk melatih klub lain, karena banyak klub yang sudah mengincar tanda tangannya. Harapanku, suatu saat dia akan kembali ke Barça sebagai sosok yang lebih hebat lagi.
Sebenarnya gonjang-ganjing kepergiannya sudah santer terdengar sejak Oktober tahun lalu, saat ia tak kunjung membubuhkan tanda tangan pada kontrak baru. Banyak spekulasi beredar yang membuatku sangat gerah, seperti isu akan ke Inter Milan atau Chelsea, bahkan ada yang mengatakan kalau ia digadang-gadang sebagai pengganti Sir Alex untuk menangani Manchester United. Saat itu, aku masih yakin kalau akhirnya ia akan memperpanjang kontrak, tapi ternyata keyakinanku tak terbukti.
We believe with Tito, as we believe Pep!
Dua atau tiga hari sebelum mengeluarkan pernyataan resmi kemundurannya, banyak media luar yang sudah memberitakan kepergiannya dari Los Azulgranas. Sehingga deretan nama pelatih yang diisukan menggantikannya pun beredar, mulai dari AVB, Marcelo Bielsa, Joachim Loew, Michael Laudrup, dan sebagainya. Namun, ketika jumpa pers digelar, tak satu pun dari nama-nama tersebut yang disebutkan akan menggantikan Pep. Barça justru menunjuk Francesc Vilanova yang akrab disapa Tito sebagai pelatih baru. *wow! kejutan sekali*
Tito adalah asisten Pep selama menangani Barça, bahkan sejak saat melatih di FC Barcelona B. Alasan ditunjuknya Tito sebagai pelatih baru tentu saja karena ia masih satu pakem dengan Pep, sehingga Blaugrana tak perlu mengubah gaya bermainnya. Asal tahu saja, sebelumnya para pemain tak mengetahui siapa yang akan menggantikan Pep sebagai pelatih mereka. Mereka baru mengetahui saat jumpa pers tersebut.
Dari anak gawang hingga pelatih hebat
Dengan kepergian Pep, banyak kometar berdatangan. Mulai dari anak-anak asuhnya dan para staf di Blaugrana, para pemain dan pelatih dari klub lain, tokoh-tokoh dunia persepakbolaan, hingga para atlet dari cabang olahraga yang bukan sepak bola. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
# We will be eternally grateful to the best coach in the history of the club. ~ Sandro Rosell
# I wholeheartedly want to thank Pep for everything he has given me in my professional and personal life. ~ Lionel Messi
# Many thanks for giving us so much, Pep... Four years full of victories, joy, and above all, football lessons. ~ Gerard Pique
# Guardiola did what he thinks is best for him and for Barça. I understand it and wish him all the best. ~ Vincente del Bosque
# We have to thank Guardiola for the great years off football he gave us with Barcelona. I will take my hat off. ~ Ruud Gullit
In more than 110 years of history, it's the first time a coach leaves without the fans wanting it. ~ Joan Gaspart
# I will never forget Guardiola was one of the first people to call me after my achilles injury. ~ David Beckham
# All my respect and admiration for the best coach FC Barcelona has ever had. His legacy is incredible! ~ Paul Gasol
# I heard Guardiola wants to have a break to reflect on the situation, which you can understand after a certain time. ~ Arsene Wenger
# Guardiola's exit is a huge loss for football. He added a touch of brilliance to this sport. What he has done is unforgettable. ~ Marcelo Bielsa
# Guardiola is a fantastic person. I think he's a role model for every young manager. What Guardiola has achieved in such a short period of time, I'm not sure anybody else can actually replicate that. ~ Roberto di Matteo
Win or lose I want us to show who we are and what kind of football we believe in. I want my team to go out and be themselves. ~ Josep Guardiola
Bagiku sendiri, sosok Josep Guardiola lebih dari sekadar pelatih. Ia merupakan idola, ia adalah panutan, ia mengajarkan banyak hal: kerjasama dalam sebuah tim, bagaimana menerima kekalahan dengan lapang dada lalu kembali bangkit, menyikapi kemenangan dengan tidak berlebihan, kasih sayang, fair play, respect, dan sebagainya.
Ia tak akan pernah terganti. Mungkin yang lebih baik darinya ada, tetapi yang sepertinya takkan pernah ada lagi. Gràcies, Pep Guardiola. Terima kasih untuk hal-hal indah yang pernah terjadi.
Tears stream down your face, when you lose something you can not replace. Lights will guide you home and ignite your bones… and I will try, to fix you.
Hold on tight, the ride has just begun. Forca, Barça!!
Bloger asal Jogja ini suka memandang hujan, tetapi lebih sering berbinar karena langit biru. Gemar mendengarkan musik, tetapi tidak dengan menyanyi. Kadang jalan-jalan, kadang menonton film/serial, kadang membaca buku, dan mencoba untuk rutin menulis. Apabila ada pertanyaan atau penawaran kerja sama, silakan kirim surel ke mesha.christina@gmail.com.