Pariwisata Jogja sudah menggeliat dan bangkit kembali, setelah lebih dari dua tahun dipaksa "tidur" oleh pandemi. Semenjak enam bulan lalu, pemandangan bus-bus pariwisata dari luar kota turut memadati jalan-jalan protokol di Jogja. Penginapan-penginapan pun mulai ramai lagi. Bahkan, meski tarifnya lebih tinggi pada akhir pekan atau tanggal merah, orang-orang tetap rela membayar demi bisa liburan di Jogja dengan nyaman.
Tak jarang wisatawan dari luar kota datang berombongan bersama keluarga atau teman-teman. Biasanya, mereka lebih memilih menginap di dalam satu lokasi. Kalau bujet tak terbatas, tak masalah menginap di hotel. Namun, manakala anggaran terbatas, atau mungkin sengaja berhemat, atau mungkin juga ingin lebih akrab dengan tinggal dalam satu rumah, menyewa homestay ataupun villa merupakan sebuah solusi.
Hey, bukankah menyewa villa malah bisa lebih mahal ketimbang hotel. Lantas, kalau homestay, biasanya sekadar rumah sewa dengan fasilitas terbatas, yang terpenting bisa untuk singgah. Apa serunya? Baca dulu tulisanku ini sampai selesai, sebelum menyimpulkan hal-hal tersebut. ✌🏼
Tak Hanya Nyaman, Fasilitasnya pun Lengkap
Pekan lalu, aku diajak Mimin hotelicius.com untuk staycation bersama teman-teman bloger lainnya. Kami berjumlah sembilan orang. Tempat yang dipilih adalah sebuah homestay bernama Casa Callisto. Namanya terasa beraroma sangat Spanyol, bikin aku langsung mengiyakan.
Setiba di lokasi, aku mendapati bangunan yang megah dengan pilar-pilar yang besar. Entah, kalau dalam arsitektur bangunan tersebut bergaya apa. Baru melihat dari luar, sudah berani berharap kalau fasilitasnya pasti mewah juga. Ini, sih, bukan homestay, melainkan villa.
Megah, seperti rumah dalam sinetron
Begitu memasuki rumah, langsung disambut ruang tamu dengan nuansa hangat. Tak terlalu banyak barang, sehingga enak dipandang mata. Terdapat satu set meja-kursi dengan kaki-kakinya yang berukir. Ada juga sebuah lemari mepet ke dinding, yang sekaligus berfungsi sebagai meja. Di atasnya terdapat beberapa pajangan, salah satunya patung loro blonyo yang melambangkan kemakmuran serta kesuburan, dan cermin besar berbingkai warna perak yang terpasang pada dinding.
Dari ruang tamunya sudah bisa disimpulkan rumah ini nyaman
Sembari menunggu kedatangan teman yang lain, aku duduk di ruang tamu bersama satu teman yang sudah datang lebih dulu serta pengurus homestay. Kami saling berbincang. Dari perbincangan tersebut, didapatkan informasi kalau ternyata homestay yang pemiliknya sama dengan Hotel Agung Mas di sekitar Wirobrajan tersebut sudah beroperasi lebih dari 10 tahun.
Setiap sudut bisa buat narsis
Meski tak bergabung dalam aplikasi-aplikasi untuk booking penginapan, tapi selalu ada saja tamu yang menginap. Entah sekadar sehari, atau bahkan hingga sebulan. Pada Ramadan besok sudah ada rombongan tamu dari Prancis yang akan menginap selama tiga minggu. Saat Lebaran pun, sudah ada keluarga yang mem-booking.
Tak berapa lama kemudian, aku dan dua teman yang datang setelahku mulai mengeksplorasi rumah. Casa Callisto ini memiliki tiga bangunan atau rumah yang bisa disewa, tetapi yang benar-benar disewakan hanya dua rumah yang memiliki desain sama. Satu rumah lagi, berada di paling ujung dalam, terkadang masih dihuni pemiliknya, jadi tak selalu bisa disewa. Setiap rumah memiliki dua lantai dan bisa ditempati oleh 10 hingga 14 orang. Sebenarnya, lebih banyak pun bisa, tetapi ada biaya tambahan untuk per orang.
Rumah yang kami tempati adalah bangunan pertama dari pintu gerbang. Memiliki dua kamar di lantai pertama, dan tiga kamar di lantai kedua, totalnya ada lima kamar. Kamar utama memiliki kamar mandi dalam yang dilengkapi dengan bathub. Sementara kamar-kamar lainnya menggunakan kamar mandi bersama yang tersedia masing-masing satu pada tiap lantai.
Sebuah kamar di lantai pertama
Di lantai satu, selain ruang tamu dan dua kamar tidur, juga terdapat ruang makan yang jadi satu dengan dapur, tetapi dipisahkan oleh sebuah lemari yang didesain sedemikian rupa sehingga mirip semacam mini bar tanpa kursi. Ketika menaiki tangga, ada yang menarik perhatianku, yaitu pada dinding di sisi tangga terdapat pajangan-pajangan berisi tulisan petuah berbahasa Jawa.
Aku memilih kamar di lantai dua yang memiliki lima tempat tidur. Kamar yang kupilih merupakan kamar paling besar. Dalam kamar ini memiliki dua pintu yang bisa dibuka dan langsung terhubung ke balkon untuk menghirup udara segar. Dua kamar lainnya di lantai atas memiliki sebuah ranjang bertipe queen size yang bisa untuk dua orang.
Unik! Namanya Beraroma Spanyol, tetapi Desainnya Memadukan Jawa Klasik dan Modern Minimalis
Setelah memilih kamar, aku beralih ke ruang keluarga yang tergolong luas dan bersih. Sekali melihat, langsung terasa nyamannya. Lagi-lagi, tak banyak furnitur yang ada. Yang paling mencolok adalah sebuah karpet lebar yang menghampar di lantai. Seolah memanggil untuk gegoleran di atasnya sembari menikmati semilir angin dari balkon di sampingnya.
Terasa banget nyamannya
Sebuah TV berada di atas meja kayu berukuran panjang yang bagian bawahnya penuh ukiran. Pada tembok belakangnya terpasang hiasan ala gebyok Jawa, dan di kanan-kirinya potongan sampur bermotif klasik yang terpampang dalam pigura. Kemudian, di seberangnya ada sebuah amben kayu atau balai-balai yang dilengkapi kasur dan bantal-bantal untuk bersantai sambil menonton TV.
Dua buah kaca benggala atau cermin besar dengan bingkai warna emas penuh ukiran yang terpajang pada dinding, kian menambah nuansa Jawa dalam ruangan modern tersebut.
Simbol yin & yang nampak pada kaca patri di sebelah kanan-kiri pintu
Homestay ini memang unik. Meski namanya berbahasa Spanyol, tapi desain interiornya memadukan Jawa klasik dan modern minimalis. Bahkan ada sisipan Tionghoa-nya, tergambar pada beberapa kaca patri yang ada di kamar tidur juga ruang keluarga, berupa simbol yin & yang.
Fasilitas Kolam Renang Membuat Homestay Ini Terasa Mewah
Tak terasa, sore pun menjelang. Sudah ada enam orang yang berada di homestay, dan kemudian disusul satu teman lagi yang tiba. Kami memutuskan menikmati hari itu dengan duduk-duduk santai di pinggiran kolam renang, sambil ngobrol apa pun.
Nongkrong sore
Kolam renangnya tak terlalu luas, dengan desain yang tak simetris terbagi menjadi dua, kolam untuk anak dan dewasa. Di pinggiran kolam ada deretan kursi melingkar, dan di pinggir seberangnya terdapat kursi malas yang terlindung dari pepohonan, aman duduk di kursi tersebut meski cuaca sedang panas.
Masih satu kompleks dengan kolam renang, sebuah taman luas penuh rerumputan membuat mataku berbinar. Ada susunan batu yang berfungsi sebagai jalan setapak.
Besok pagi wajib jalan-jalan dan berjemur di sini, nih. Batinku
Azan magrib menjadi penanda bagi kami untuk segera masuk kembali ke rumah. Bersamaan dengan waktu makan malam, akhirnya dua teman terakhir pun datang juga.
Kebersamaan di Malam Hari yang Mustahil Didapatkan Jika Menginap di Hotel
Saat makan malam, nuansa kebersamaannya sangat terasa, bebas berlama-lama pula untuk melanjutkannya dengan obrolan hingga tengah malam. Sebuah hal yang jarang bisa didapatkan jika staycation di hotel.
Malam semakin larut ketika teman-teman memutuskan beristirahat, aku dan dua teman malah memilih nonton bareng film horor. Tentu saja lampu di ruangan wajib dimatikan, agar menambah keseruan. Sesekali kami menjerit atau menutup wajah dengan bantal karena adegan jumpscare dalam film. Kaget, tapi seru dan menyenangkan.
Movie time tengah malam
Oh iya, di homestay ini terdapat dua Smart Android TV. Selain berada di ruang keluarga, juga ada di ruang makan. Kalau kamu gemar nonton series atau film, staycation beramai-ramai di sini cocok banget. Rebahan seharian pun tak bakal bikin bosan. Ada lebih dari 40 channel yang bisa kamu pilih. Kalau mau browsing internet atau scrolling media sosial, Wi-Fi di sini pun sangat mendukung, dengan koneksinya yang lancar jaya.
Staycation Kurang Lengkap Tanpa Menikmati Pagi di Sekitar Penginapan
Keesokan paginya, aku dan dua teman sekamar yang pada malam harinya berencana untuk bangun pagi kemudian yoga di taman, faktanya kami baru beranjak dari kamar sekitar jam 06.00 lebih. Mager karena terlalu nyaman berada di dalam kamar.
Sebelum benar-benar turun ke taman, kami memilih duduk di balkon untuk berjemur sesaat. Posisi balkon berada sangat tepat dengan arah datangnya sinar matahari pagi.
Kami pun melanjutkan berjemur di taman. Saat berjalan di taman, kami memilih bertelanjang kaki agar bisa merasakan basahnya rerumputan di atas tanah yang berhiaskan embun pagi. Percaya tak percaya, hal tersebut bisa membuat tubuh menjadi lebih rileks dan nyaman.
Menyapa mentari pagi dengan berjemur
Kami kembali ke dalam rumah bersamaan dengan waktu sarapan tiba. Beberapa teman sudah nampak rapi setelah mandi. Sungguh pemandangan yang kontras dengan aku beserta teman-teman yang baru kembali dari taman. Namun, hal tersebut bukan menjadi penghalang untuk menikmati sarapan bersama. Mau sudah mandi atau belum, pokoknya sama-sama sudah menggosok gigi. Hehehe.
Meski di homestay ini tersedia dapur yang lengkap dengan kompor serta alat-alat untuk memasak sederhana, setiap pagi tetap disediakan sarapan. Porsinya lumayan banyak untuk ukuran makan pagi. Bahkan, siangnya sebelum check-out, kami makan lagi untuk menghabiskannya.
Ruang makan dan dapur bersebelahan
Selepas sarapan, kami melanjutkan kegiatan masing-masing. Ada yang meneruskan bermalas-malasan, ada yang mandi, dan tentu saja menonton TV. Kapan lagi bisa menikmati weekday dengan bersantai di homestay rasa villa. Saking nyamannya berada di sini, kami memutuskan untuk check-out di waktu paling akhir, yaitu jam 12.00 siang.
Lokasi Strategis di Tengah Kota, Suasana Aman & Tenang, Tarif Terjangkau
Kok bisa ada homestay dengan fasilitas ala villa yang mewah, tapi harganya murah? Pasti lokasinya di pinggiran yang jauh dari kota. Salah besar! Casa Callisto justru berada di tengah Kota Jogja, tepatnya di Kemantren Tegalrejo.
Lokasinya yang dekat dengan jalan utama membuat aksesnya mudah. Kalau dari kawasan Malioboro, tak butuh waktu lebih dari 10 menit. Selain itu, di sekitar homestay juga banyak penjual bermacam kuliner serta restoran-restoran besar, supermarket pun bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Kurang apa lagi coba, menginap atau staycation di sini?
Soal keamanan, tak perlu khawatir. Walaupun di tengah kota, Casa Callisto berada di lingkungan yang tenang dan terjamin keamanan sekitarnya. Di dalam kompleks penginapan pun ada petugas yang berjaga 24 jam, dan CCTV yang memantau kondisi sekitar rumah.
Informasi tambahan, di setiap rumah terdapat garasi. Kalau masih kurang karena membawa mobil lebih dari satu, bisa menggunakan tempat parkir outdoor yang berdekatan dengan kolam renang.
Foto bersama sebelum check-out
Seperti yang kusebutkan di atas, tarifnya memang tergolong murah untuk sebuah homestay dengan fasilitas lengkap seperti Casa Callisto. Pada hari biasa atau weekday, tarif yang diberlakukan adalah 2 juta s.d. 2,2 juta per malam. Pada waktu-waktu tertentu, ada promo dengan harga yang jauh lebih hemat.
Reservasi atau ingin mengetahui lebih detail tarifnya, silakan cek di situs yogyes.com. Bisa juga langsung menghubungi WhatsApp yang tercantum pada Instagram-nya.
Bagi kamu yang berencana liburan ke Jogja beramai-ramai bersama keluarga atau bestie, dan sedang bingung mencari rekomendasi tempat menginap berfasilitas lengkap dengan kapasitas banyak orang, tetapi harga tetap terjangkau, Casa Callisto bisa menjadi pilihan terbaik!
Pagi ini, ketika semua foto dan video yang tersimpan di handphone terhapus, rasanya ingin menangis. Namun, aku tak dapat melakukannya. Entah. Rasa kecewa sangat ada, apalagi selama ini tak pernah melakukan backup data. Lantas, mulai menyusuri memori dalam kepala, untuk menggali kenangan lampau. Telah ke mana saja selama ini, telah melakukan apa saja sebelum segala dokumentasinya hilang.
Benar-benar terhapus semua? Iya, semuanya yang diambil menggunakan kamera handphone. Beruntungnya, ada beberapa foto yang sudah diedit menggunakan aplikasi, jadi tetap tersimpan di foldernya. Begitulah, tipikal orang Jawa, masih ada yang bisa disyukuri dari sebuah kemalangan.
Sebuah foto yang masih tersimpan dalam folder "kamera", karena terbawa dari handphone lama
Banyak yang sudah masuk rencana akan diunggah di berbagai media sosial, terutama Instagram dan TikTok. Selama ini sengaja tak langsung diunggah, karena memang tim latepost. Nyatanya, rencanatinggal rencana. Ibu jari serta indera penglihat terkadang enggan bekerja sama, sehingga mengacaukan apa yang telah disusun. Ingin menghapus folder apa, ehh... yang tercentang malah folder lainnya. Meski tanpa sengaja, yang patut disalahkan memang diri sendiri. Mengapa harus terburu-buru dan tak cek ulang sebelum menekan "hapus".
Serius, rasanya ingin menangis sekencangnya. Apa daya, semenjak kehilangan terbesar dalam hidup pada 2013 lalu, setelahnya tak bisa merespons secara berlebihan kehilangan yang "tak ada apa-apanya" dibandingkan kehilangan kala itu. Kini, yang kulakukan hanya menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan, seperti yang diajarkan Tresnany. Sembari berusaha menenangkan, juga menyemangati diri sendiri. Yang lalu, biarlah berlalu.
Aku percaya, sekecil apa pun, sebuah kehilangan terjadi karena ada alasannya. Memang tak akan terganti, tetapi pasti ada hal indah lain yang datang menghampiri, dan menetap di hati. Dokumentasi boleh terhapus dari ruang penyimpanan, semoga apa yang pernah kulalui dan terdokumentasikan tersebut tetap lekat tersimpan dalam ingatan.
Mari buat kenangan baru untuk memenuhi memori di handphone lagi, Sha!
Biasanya, kala ingin menonton drakor, tapi bingung memilih judul, aku menentukan apa yang akan ditonton secara random, berdasarkan siapa pemainnya.
Beberapa waktu lalu, sempat tak bisa move-on dari drama Mr. Queen yang diperankan Shin Hye-sun. Setelah mengikuti drama tersebut, terpikat pada aktingnya, kemudian penasaran dengan drama-drama Hye-sun yang lain. Lantas, pilihan pun jatuh kepada Still 17 atau yang memiliki judul lain Thirty But Seventeen.
Ngefans sama geng ini (dok. SBS)
Oh iya, mau disclaimer dulu, kalau tulisan ini bukanlah sebuah review. Hanya unek-unek yang kurasakan setelah menamatkannya.
Sudah menontonnya lebih dari setahun lalu, tapi kesan setelahnya masih terus terbawa hingga sekarang. Rasanya ikut bahagia banget di ending cerita. Sebenarnya, menonton drama ini lumayan banyak meweknya. Bukan karena menyedihkan, melainkan mengharukan yang bikin hati menghangat. Drama Korea ke sekian yang menurutku underrated. Walaupun secara alur, memang sangat klise dan terlalu banyak kebetulan yang terjadi.
Lebih menyenangkan lagi, di drama yang rilis pada 2018 lalu ini tidak ada tokoh antagonisnya. Tokoh-tokohnya memiliki kerapuhan hati, tapi pada dasarnya berenergi positif dengan cara masing-masing, meskipun ada tokoh yang sempat membuat sebal, masih bisa dimaklumi, lah. Ini memang tipe drama yang cocok untuk healing. Ceritanya ringan,tak butuh banyak berpikir saat menonton.
Dalam drama ini, ada beberapa tokoh yang (ternyata) saling terhubung di masa lalu. Pada masa kini, memiliki hubungan baik tanpa saling mengetahui masa lalu mereka. Meski menghabiskan sebagian besar waktu mereka di rumah yang sama dan memiliki hubungan baik, tak pernah sedikit pun mereka ingin saling mengubah satu sama lain. Namun, kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan, tanpa disadari malah akhirnya menjadi pemicu perubahan masing-masing tokoh. Berubah menjadi lebih baik tentunya.
Jadi teringat, dulu saat perceraian seorang selebgram kondang menjadi trending di Twitter, aku membaca sebuah komentar dari netijen yang intinya menyatakan,
Ketika memutuskan menikah atau menjalin hubungan, jangan bertujuan untuk mengubah tabiat pasangan, pun jangan berharap akan diubah olehnya.
Menurutku, memang tak seharusnya kita memiliki tujuan untuk mengubah seseorang ketika menjalin hubungan. Entah hubungan pertemanan, hubungan romantis, atau hubungan apa pun itu. Kita hanya perlu selalu berbuat baik. Jika kemudian kebaikan yang kita lakukan bisa membuka pikiran orang lain, dan pelan-pelan membuatnya memiliki value hidup yang lebih positif, itu merupakan sebuah bonus.
Masih ingat drakor Descendants of the Sun (DOTS) yang sangat viral pada 2016 lalu? Seperti K-Drama lainnya yang hampir selalu menyuguhkan adegan makan atau sekadar minum soju di sebuah restoran maupun kedai, dalam DOTS pun ada.
Adegan di Seorae dalam drakor DOTS (dok. SBS)
Pada episode 13, dalam adegan antara Kapten Yoo Shi-jin dan Sersan Seo Dae-young yang menghabiskan masa cutinya selama tiga hari dengan menikmati soju hingga mabuk di sebuah restoran, banyak penonton yang salah fokus dengan nama restorannya, yaitu Seorae. Apa yang membuat perhatian mereka teralihkan? Rupanya, restoran tersebut juga ada di Indonesia, bahkan sejak tahun 2013, jauh sebelum DOTS tayang.
Seorae, Dari Korea hingga Jogja
Seorae pertama kali muncul tahun 2007, dan lima tahun kemudian sudah berhasil memiliki 230 cabang di seluruh Korea Selatan. Pada 2013, Seorae memperluas jaringan cabangnya hingga luar negaranya, yaitu di Jakarta, Indonesia. Selanjutnya, semakin berkembang hingga ke Cina, Hongkong, Singapura, Filipina, Jepang, dan sebagainya.
Bersamaan dengan mulai tayangnya DOTS, Jogja menjadi salah satu kota dibukanya Seorae di Indonesia, tepatnya di Plaza Ambarrukmo. Banyaknya peminat untuk menikmati berbagai hidangan khas Korea, terutama barbeque-nya dengan sistem self service ala Korea, kemudian Seorae pindah ke lokasi yang lebih luas. Hari ini (14/12) resmi dilakukan grand re-opening yang bertempat di kawasan Demangan Baru, Jogja.
Grand Re-opening Seorae Jogja, Tempat Lebih Luas dan Berkonsep AYCE
Di lokasi yang baru, Seorae memiliki tempat yang lebih luas. Konsepnya pun berubah menjadi all you can eat, memiliki menu utama korean grill dan hotpot soup dengan sistem self service (regular) dan sistem pemesanan kemudian diambilkan (premium). Keduanya sama-sama bebas makan serta nge-grill ala Korea sepuasnya, hanya sistem pelayanannya yang berbeda, dan yang premium ada tambahan menu jenis daging.
Grand re-opening dengan konsep baru
Banyaknya restoran Korea yang tersebar di seantero Jogja, seringkali membuat bingung memutuskan akan makan di mana. Namun, saat sudah mengenal Seorae pasti akan langsung memutuskan makan di sana. Seorae merupakan satu-satunya restoran korean grill di Jogja dengan brand yang memang asli dari Korea. Itu berarti, juga menjadi yang pertama kali di Jogja sebagai restoran yang menyediakan korean grill serta korean hotpot soup bercitarasaautentik Korea.
Ada Apa Saja di Seorae Jogja?
Menyenangkannya lagi, kamu bisa nge-grill dengan pilihan lebih dari 30 varian daging. Tak hanya berbagai jenis daging sapi, tetapi juga tersedia daging ayam, domba, seafood, dan satu lagi yang bikin kaget banget! Ada pilihan jeroan seperti usus/iso, babat, dan paru. Di mana lagi coba, bisa nge-grilljeroan dengan teknik ala Korea?
Buffet all you can eat
Oiya, nge-grill di Seorae ini pakainya arang, lho, bikin aromanya lebih wangi daripada menggunakan alat pemanggang yang sumber apinya dari kompor.
Banyak banget varian dagingnya
Menu hotpot soup tak kalah menarik di sini. Varian isiannya lengkap, yaitu bermacam bentuk fishball dan sayuran yang bikin bingung untuk memilih saking banyaknya. Pada proses memasak soup, panci yang digunakan pun sangat khas Korea.
Hayoo... siapa yang punya panci emas begini?
Menikmati korean grill kurang lengkap tanpa memesan minuman pendampingnya. Bagi yang tak masalah meminum soju, bisa banget minum-minum ala adegan dalam drama.
Yummy!
Minuman spesial lainnya yang bisa dipesan adalah subak mocktail, bahasa gampangnya adalah mocktail semangka. Orang Korea sangat menyukai buah semangka, terutama pada musim panas, karena buah ini super segar dengan banyaknya kandungan air, sehingga bisa menghilangkan dahaga.
Sebelum kalap ambil semuanya (dok. Ika)
Tak ketinggalan juga, kamu bisa mencicipi patbingsoo atau seringkali disebut bingsoo saja, pencuci mulut yang sangat populer di Korea, berupa es krim atau es serut dengan aneka topping yang lagi-lagi sangat digemari saat musim panas tiba.
Kesampaian juga makan bungeoppang
Itu saja menunya-menunya? Tentu saja tidak. Masih ada banchan atau makanan pendamping seperti kimchi, japchae, goguma mattang, dan lain-lain. Banchan biasa dimakan berbarengan dengan nasi dan daging yang telah di-grill, kemudiandibungkus menggunakan daun selada atau perilla. Perpaduan makanan tersebut dikenal dengan nama ssambab.
Tersedia juga rangkaian ramyeon, tteokpokki, kimbap, bermacam minuman panas dan dingin, puding, es krim, aneka streetfood khas Korea seperti mandu, hotteok, bungeoppang, dan masih banyak lagi.
Total menu yang tersedia, ada lebih dari 70 menu pilihan yang bisa bikin kamu kalap! Boleh saja kalap, tetapi harus tanggung jawab untuk menghabiskan kalau tak ingin terkena penalti.
Harga Terjangkau dan Fasilitas yang Menarik
Untuk menikmati banyaknya menu istimewa di atas, kamu bisa menebusnya dengan harga yang cukup terjangkau. Mulai dari 158 ribu saja per pax, durasinya 90 menit. Dalam rangka grand re-opening, ada promo "buy 3 get 4", berlaku hingga 20 Desember 2022.
Khusus untuk anak dengan tinggi 100-130 cm cukup membayar 75 ribu, dan anak dengan tinggi di bawah 100 cm tidak dikenakan biaya alias gratis. Sedangkan untuk lansia berusia di atas 65 tahun, ada potongan harga spesial sebesar 30%.
Suasana di area semi-outdoor
Hari gini, makan-makan tanpa narsis untuk dipamerkan di media sosial serasa ada yang kurang. Seorae tahu betul kebiasaan netijen Indonesia ini, dengan menyediakan tempat instagramable yang seolah benar-benar sedang makan di Korea.
Alat pemanggang beserta cerobong khas Korea di mana-mana
Kamu bisa memilih area indoor, semi-outdoor, atau outdoor untuk tempat makannya, semuanya berada di lantai atas. Tips dariku, kalau cuaca sedang cerah sebaiknya pilih area outdoor untuk menghindari asap hasil pemanggangan yang tidak sepenuhnya terisap cerobong dan aromanya setia menempel di baju. Selain itu, di outdoor juga lebih nyaman dan lega, serta bebas merokok.
Area indoor
Ada spot yang menarik perhatianku, ialah deretan neon box warna-warni beraksara hangeul yang terpampang pada dinding di sebelah tangga menuju lantai atas. Hal tersebut mengingatkanku akan Distrik Gangnam atau Distrik Belanja Myeongdong yang kalau malam riuh dengan warna-warni neonbox dari toko-toko yang ada di sana.
Warna-warni neon box
Fasilitas lain yang tersedia yaitu adanya playground untuk bermain bocah agar tak bosan. Berbeda dengan playground di restoran lain yang hanya menyediakan tempat untuk bermain, di Seorae ini unik, karena tersedia alat-alat untuk menggambar serta mewarnai juga.
Playground yang tak begitu luas tapi terlihat menyenangkan
Boleh ambil, gratis!
Di dekat playground, tepat di balik pintu masuk merupakan ruang tunggu yang menyenangkan, dalam dua rak tersedia berbagai macam snack yang boleh kamu ambil.
Makan ala Korea di Soerae ini dijamin seru banget dan tak akan membuatmu menyesal, malah mungkin bakal ketagihan. Makin seru lagi kalau beramai-ramai bareng teman atau keluarga. Persis banget adegan makan besar di dalam drama. Asal jangan sampai berebutan makanan, seperti kebiasaan Chae Song-hwa dan Kim Jun-hwan di drama Hospital Playlist.
Ramai-ramai lebih seru (dok. Aris)
Yakin, nggak pengen kobam, ehh... makan ala Oppa-oppa Korea? 🤭
Negara Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat menjanjikan bagi para produsen game, baik bagi developer asing ataupun para kreator lokal. Berbagai kalangan dan generasi pasti memiliki jiwa untuk bermain sebuah game. Masing-masing generasi memiliki ketertarikan pada game, yang membedakan biasanya kerumitan game yang mereka mainkan.
Banyaknya pecandu game di Indonesia sayangnya belum diimbangi dengan game yang diciptakan oleh anak bangsa, alias masih didominasi game buatan asing. Padahal, sebenarnya negeri kita ini tak kekurangan talenta yang tertarik pada game developing. Hanya saja, terkadang mereka yang memiliki minat dalam bidang tersebut masih bingung, ke mana harus mengembangkan dan mengasah kemampuannya.
Game Working Space Muncul dari Kolaborasi Berbagai Stakeholder
Tak ingin menyia-nyiakan banyaknya talenta anak muda Indonesia dalam pembuatan game, ICE (Indonesia Cyber Education) Institute bersama Acer Indonesia berkolaborasi untuk memberikan dukungannya dengan menghadirkan sebuah wadah, yaitu Game Working Space pertama di Indonesia yang berlokasi di Kota Surakarta.
Pada Selasa lalu (29/11), aku bersama beberapa teman bloger dari Jogja berkesempatan mengikuti pembukaan sekaligus peresmian Game Working Space yang tepatnya berada di Solo Technopark tersebut.
Acara dimulai tepat jam 09.00 WIB. Setelah MC membuka acara, kemudian dilanjutkan dengan penyerahan sertifikat oleh Walikota Surakarta kepada perwakilan mahasiswa yang telah mengikuti pelatihan dalam Program Mikrokredensial Game Developer (PMGD) yang diselenggarakan oleh ICE Institute dari Februari hingga Juli 2022.
Penyerahan sertifikat oleh Walikota Surakarta pada perwakilan mahasiswa peserta pelatihan
Selain kolaborasi antara ICE Institute (terkhusus Universitas Terbuka) dan Acer Indonesia, keberadaan Game Working Space juga melibatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui platform Kedaireka, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), serta Solo Technopark.
Pada rangkaian acara pembukaan, para stakeholder yang terlibat, masing-masing memiliki perwakilan sebagai pembicara sekaligus yang akan meresmikan Game Working Space. Dari Kota Surakarta tentu saja ada Mas Walikota, Gibran Rakabuming Raka. Selanjutnya ada Bapak Prof. Dr. Ali Muktiyanto, S.E, M.Si. selaku Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum Universitas Terbuka, Bapak Muhammad Neil El Himam, M.Sc. dari Deputi Bidang Ekonomi Digital Kemenparekraf, Ibu Fransisca Maya yang merupakan Head of Marketing Acer Indonesia, serta Ibu Yulita Priyoningsih selaku Koordinator Pembelajaran Khusus-Belmawa Kemendikbud Ristek.
Mengapa Game Working Space Dibuat?
Dalam kesempatannya, Mas Walikota menyatakan bahwa kehadiran Game Working Space menjadi momentum untuk mendukung pelaku dan penggiat industri game di Indonesia. Dibukanya Game Working Space juga akan memberi ruang sebanyak-banyaknya bagi talenta-talenta game, terutama di Surakarta untuk dapat bergabung dan menjadi bagian dalam memajukan industri game nasional. Mas Wali pun mengapresiasi komitmen yang ditunjukkan Acer Indonesia, ICE Institute, dan Kedaireka dalam upaya meningkatkan kualitas game lokal serta menjadikan Solo Technopark sebagai pusat unggulan teknologi game pertama di Indonesia.
Bersamaan dengan peresmian Game Working Space, ICE Institute juga menghadirkan program akselerasi talenta game nasional sebagai keberlanjutan dari Program Mikrokredensial Game Developer (PMGD). Program inkubasi ini secara khusus dirancang untuk mempersiapkan mahasiswa unggulan guna hilirisasi produk game yang telah dikembangkan. Selain itu, program ini merupakan upaya strategis yang diharapkan dapat mengakselerasi terciptanya talenta game Indonesia, maupun produksi game di Indonesia.
Para pembicara atau narasumber
Seperti yang sepintas pernah kusebutkan, PMGD diikuti oleh para mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia. Selama lima bulan inkubasi, sebanyak 672 mahasiswa berasal dari 180 perguruan tinggi dari seluruh Indonesia berhasil mengembangkan 54 game dengan tiga game unggulan. Program ini didampingi oleh para pakar dari 10 perguruan tinggi dengan pendanaan dari Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) Kemendikbud Ristek.
Bapak Ali Muktiyanto atau yang akrab disapa Gus Ali menambahkan, program akselerasi game nasional diharapkan akan berkembang dan mampu meningkatkan produktivitas dan sustainabilitas, sehingga berdampak pada peningkatan jumlah talenta gamedeveloper, startup bidang game, jumlah produksi game nasional, dan pada akhirnya dapat turut meningkatkan perekonomian Indonesia.
Sedangkan Menurut Bapak Neil, dengan keberadan Game Working Space di Surakarta bisa menjadikan daya tarik tersendiri bagi para gamer. Beliau yakin, yang akan mengunjungi tak hanya gamer asal Surakarta, tetapi juga dari kota-kota lain, bahkan tak menutup kemungkinan dari luar Pulau Jawa.
Bapak Neil juga sedikit menyinggung tentang gelaran Piala Presiden Esport tahun lalu, dari enam game yang dipertandingkan, ada tiga game yang merupakan buatan lokal. Harapannya, tahun-tahun mendatang akan lebih banyak game karya anak bangsa yang bisa dipertandingkan, khususnya yang muncul dari inkubasi di Game Working Space.
Ibu Yulita menyampaikan, adanya Game Working Space juga diharapkan agar para mahasiswa yang merasa terjebak dalam memilih jurusan, dapat mengambil mata kuliah selain di bidangnya tersebut, yaitu selama satu semester bisa belajar gamedeveloping di ICE Institute. Dan, dengan kolaborasi dari berbagai pihak serta dukungan para stakeholder yang berkelanjutan (tak hanya saat peresmian), harapannya perkembangan game di Indonesia bisa berjaya.
Dukungan Penuh Acer Indonesia untuk Game Working Space
Melalui Ibu Fransisca Maya, Acer Indonesia menyatakan kebanggaannya karena bisa menghadirkan Game Working Space pertama di Indonesia. Acer tak hanya ingin dikenal sebagai penyedia produk gaming, tetapi juga memiliki tujuan menjadi bagian dari ekosistem serta turut memajukan perkembangan game di tanah air.
Produk gaming Acer Indonesia di ruang produksi Game Working Space
Acer Indonesia mendukung penuh industri game di Indonesia melalui Game Working Space serta pengadaan peranti gaming unggulan berupa satu unit Predator Thronos full set, satu unit Predator Orion PC, 12 unit Veriton PC, 12 unit Monitor XV242Y_P, satu unit Projector BS-120P/PA, 10 unit Gaming Chairs, serta satu unit Acer Swift 3 Ci5. Produk unggulan yang dihadirkan untuk Game Working Space tersebut, sebagian besar merupakan produk dalam negeri karya bangsa dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) sebanyak 40%.
Ibu Maya juga menyebutkan, Acer Indonesia telah melakukan sejumlah kegiatan lain untuk kemajuan industri game nasional, termasuk mengadakan turnamen Predator League, yang merupakan salah satu kompetisi esport terbesar di dunia. Sejak penyelenggaraannya pada 2017 lalu di Jakarta, Predator League bahkan telah menghasilkan banyak talenta berbakat, yang mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
Pembukaan dan Tur Game Working Space Pertama di Indonesia
Setelah kelima narasumber memberikan penjelasan, acara selanjutnya beranjak pada pembukaan Game Working Space yang sesungguhnya, yaitu dengan membuka tirai hitam yang sebelumnya menutup area pintu masuk Game Working Space. Tirai ditarik secara bersamaan, dan terpampang nyatalah tempat yang sejak tadi diperbincangkan.
Sebelum tirai dibuka
Game Working Space setelah tirai dibuka
Tak dibiarkan penasaran, lantas para tamu undangan dan media pun diajak tur mengelilingi Game Working Space. Dibagi dalam beberapa grup, kami mengikuti serta mendengarkan penjelasan mengenai ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Touring ini sekaligus menyudahi rangkaian acara tersebut.
1. Lounge
Ruangan ini berada di paling depan. Dengan suasana yang homey, dalam ruangan ini terdapat beberapa bean bag dan loker.
Di sini para mahasiswa bisa melakukan networking dengan para sesama kreator atau dengan investor.
2. Area Testing Game
Pada ruangan ini terdapat tiga layar PC untuk bisa mendapatkan pengalaman yang nyata saat menjajal game, seperti misalnya bisa merasakan getaran dari game yang sedang diuji coba.
3. VR Studio
Bagian ini tidak benar-benar berupa ruangan, tetapi masih jadi satu dengan area testing game.
Di sini terdapat sebuah PC dan satu set peralatan VR oculus quest untuk mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dalam mencoba game berupa virtual reality.
4. Ruang Produksi
Merupakan ruangan tempat untuk para mahasiswa melakukan pembelajaran dan memproduksi game.
Tersedia 10 PC berspesifikasi tinggi yang sudah disiapkan lengkap dengan kursi gaming yang super nyaman.
5. Stadium Gaming
Selain bisa melakukan uji coba game di area testing, para mahasiswa juga bisa melakukannya di sini.
Bersama teman-teman bloger asal Jogja di stadium gaming (dok. Dian Purnama)
Namun, ruangan ini memiliki fungsi utama jika ada kompetisi game atau esport, terutama untuk multiplayer game.
6. Studio Streaming
Ruangan terakhir ini berisi peralatan radio serta alat-alat untuk memonitor game-game online, dan bisa juga langsung tersambung ke YouTube untuk melakukan siaran streaming.
Puas mengikuti touring serta mengagumi ruangan-ruangan yang ada di dalam Game Working Space membuatku tersadar, di balik sebuah game yang bisa asyik dimainkan, sesederhana apa pun jenis permainannya, ternyata ada proses sangat panjang yang membutuhkan keseriusan serta ketekunan pembuatnya.
Belasan tahun lalu, aku pernah memainkan Ragnarok Online dan Seal Online dengan capaian level yang lumayan tinggi untuk non-gamer. Iya, aku memainkannya bukan karena memang gemar bermain game, tetapi sebuah keharusan. Kala itu, aku bekerja di bagian penjualan merch dari berbagai game milik LYTO, yang mewajibkan karyawannya untuk memainkan game produksinya, agar bisa nyambung saat ngobrol dengan para customer. Sedangkan jiwa gamer-ku yang sesungguhnya adalah cukup bermain game semacam yang ada di marketplace si oyen. Hihihi...
Penyuka langit biru yang kadang jalan-jalan, kadang nonton film/drakor, kadang membaca buku, kadang menulis, dan yang pasti doyan makan.
Ia mencandu aroma yang menguar melalui rintik-rintik hujan jatuh membasahi tanah berdebu, serta bermimpi sepasang kakinya bisa mengecup Andalusia.