Terhipnotis. Kurasa itu kata yang pas untuk menggambarkan momen di mana seorang Nicholas Saputra berdiri tepat di hadapanku. Bukan saja berdiri, tetapi juga mengajak berbicara sambil menatap mata. Mungkin hanya semenit, namun sungguh dampaknya luar biasa bagi kejiwaanku. Ups! Maaf, lebay.

Setidaknya pernah wefie bareng Nicholas Saputra, walaupun nyempil keciil banget. (dok. IG @armanfebryan)

Berawal dari mengajaknya foto bersama setelah pemutaran film terbarunya "Paranoia" di XXI Empire Jogja, ia belum bersedia. Bisa dikatakan menolak secara halus, karena ada hal lain yang menjadi prioritasnya, yaitu menemui para tamu (media) yang telah menunggunya di luar. Entah benar atau hanya alasan, kumaklumi saja. Toh dari kejadian tersebut justru terasa lebih membekas indah di hati ketimbang jika ia menyanggupi untuk foto bersama yang tanpa interaksi.

Meski belum bersedia foto bersama, penolakannya bukan yang satu atau dua kata sembari melengos pergi. Ia benar-benar menyempatkan berhenti, berdiri tepat menghadap kami (aku beserta dua temanku), dan berbicara dengan tutur kata yang bagus untuk meminta maaf lantas menjelaskan secara runtut alasan mengapa belum bisa foto bersama. Ditolak tapi tak sakit hati. Begitulah.

Jika foto bersama hanya membutuhkan waktu sekitar lima detik, bukankah saat berbicara justru meluangkan waktunya lebih banyak. Ketika itu tidak ramai, pun tidak bisa disebut sepi, tetapi ada beberapa yang mengajaknya foto, dan tak tahu mengapa ia memilih berbicara kepada kami. Duh, Mas! Sepertinya kamu memang sengaja memberi kesan lebih mendalam. Alih-alih foto bersama, malah mengajak berbicara dan kontak mata yang begitu lekat, agar kami makin terpikat, dan selalu teringat.

Sesaat sebelum momen itu terjadi. Semoga Nico tak marah kalau melihat foto ini. 🙏🏼

Jujur, sempat hilang fokus karena tak menyangka akan direspons serta diajak berbicara sedemikian dekat olehnya. Aku berterima kasih pada diri sendiri karena tak nekat memeluknya, bahkan terlintas di pikiran pun tidak. Posisiku saat itu berada di antara dua temanku, dan Nico benar-benar tepat di depan wajahku dengan jarak tak sampai 30 cm. Matanya begitu menghipnotis, seolah mengatakan, "Tatap mata saya." 

Beruntung kemudian aku kembali sadar, sehingga bisa fokus pada tatapannya yang tajam sekaligus sayu dan suaranya yang terasa nyaman di telinga. Saking fokus dan menikmati pembicaraan dengannya, sampai lupa kalau aku bisa saja menyalakan kamera di ponsel yang sedang kupegang dan merekamnya diam-diam. Namun, setelahnya aku justru bersyukur, karena kalau kurekam, ia malah tak berkenan dan melarikan diri. Jadilah momen berharga itu benar-benar hanya tersimpan dalam ingatan, tanpa ada bukti visual.

Baca juga: Menonton Fernando Llorente Bermain Bola di GBK, Sebuah Pengalaman yang Tak Akan Terlupakan

Orang yang tak mengenalnya mungkin akan menyebut sombong atau sebangsanya, tapi tidak bagi yang mengenal karakter dan mengaguminya. Kami bertiga merasa sangat respek dengan tindakannya. Apalagi terkait foto bersama, aku dan teman-temanku tak akan mau mengajak seandainya bertemu bukan dalam sebuah event. Dalam sebuah acara pun tidak serta-merta membuat langsung berani, tetap ada perasaan ewuh pakewuh dan melihat situasi dulu. Barangkali karena kami yang manis, sopan, serta tidak ngotot, membuat Nico memperlakukan secara baik.

Lagu Jatuh Hati-nya Raisa tiba-tiba mengalun dalam hati...

Kuterpikat pada tuturmu

Aku tersihir jiwamu

Terkagum pada pandangmu

Caramu melihat dunia

Kuharap kau tahu bahwa 

Kuterinspirasi hatimu

Ku tak harus memilikimu

...

Tempat yang menjadi saksi bisu aku dan Nico saling beradu pandang. 😂

"Mengenal" Nicholas Saputra sejak film AADC pertama tayang. Rangga lah yang membuatku terpesona pada sosoknya. Setelah kian memahami sebagian kepribadiannya yang boleh diketahui publik, makin aku mengaguminya pula. Banyak prinsip dan gaya hidupnya yang sesuai dengan apa yang juga kuyakini. Hampir 20 tahun mengaguminya, baru kemarin (8/11) bisa bertemu secara langsung. Separuh wajahnya memang tertutup masker, tapi tak menghalangi aura ketampanannya untuk tetap memancar.

Ada misi yang belum tuntas, bukan sekadar foto bersama. Aku percaya suatu saat ada perjumpaan selanjutnya. Akan kunantikan waktu itu tiba.

Terima kasih, Nico, telah membuatku kembali menulis di blog ini--meski hanya remah-remah cerita tak penting bagi orang lain, setelah mengalami hiatus lebih dari setahun.


***