Merayakan pergantian tahun di tengah keramaian bagiku it's so last year. Masa-masa tersebut sudah lewat. Sekarang, menjelang pergantian tahun begini, boro-boro keluar rumah. Bahkan, sejak seminggu sebelumnya hingga selesai musim liburan aku juga tak bakal keluar jika tak ada keperluan. Jogja kini bukanlah Jogja yang dulu. Empat tahun terakhir, Jogja sudah sangat berubah. Entah akunya yang tak bisa menerima perubahan atau memang Jogja yang bersolek terlalu menor.

Saat ini, aku tak akan membahas tentang perubahan Jogja, melainkan hanya ingin update blog. Iya, blog yang semenjak 9 bulan lalu tak pernah kujamah. Persis banget dengan masa ibu yang mengandung. Kali ini menulis juga bukan karena ada ide atau apa. Lantas, apa yang akan kutulis? Belum terpikirkan.

Aku iseng membuka blog karena merasa sangat prihatin demi melihat jumlah postingan selama 2016. Bayangkan, hanya 2 biji tulisan selama 365 hari. Menyedihkan.

Ini tadi niatnya sudah mau tidur. Bohong banget, kan? Karena, meski hanya di rumah, pada malam tahun baru, aku tak pernah melewatkan pesta kembang api dari berbagai penjuru mata angin. Inilah salah satu enaknya tinggal di pusat kota, tanpa pergi ke mana pun, bisa mendapat hiburan gratis. Mungkin, bagi sebagian orang, kembang api memang berisik, tapi tidak bagiku. Kembang api tak akan berisik lagi ketika kita sudah melihat cahayanya pecah di angkasa.

Sekadar melihat ke belakang pada tahun 2016, aku merasa belum melakukan pencapaian apa pun. Begitulah, karena aku tak pernah membuat resolusi di awal tahun. Hidupku hanya mengikuti apa yang ada di depan mata. Sungguh buruk, kah, hidup dengan cara seperti ini? Aku bukannya tak memiliki mimpi, aku hanya tak membukanya kepada orang lain.

Beberapa hari lalu, seorang kawan mengatakan, "Mengapa sesekali tak mencoba membuat resolusi, Sha?" Dan, jawabanku sama persis seperti penjelasan di atas. Beberapa hari setelahnya, aku membaca tulisan Yasa Singgih―seorang pengusaha dan motivator muda―yang menceritakan setiap menjelang pergantian tahun, ia selalu membuat life goals sekaligus membaca ulang life goals yang ditulisnya pada tahun lalu. Katanya, itu membuatnya nyengir seendiri, terharu, pun merinding, karena ada banyak life goals yang ditulisnya tahun lalu, ternyata banyak yang tercapai di tahun ini.

Seolah ada yang menepuk pundakku, dan aku merasa ada bisikan, "Tuh, Sha, boleh juga dicoba, lho, membuat resolusi." 

Ya, ya.. kemudian aku tersadar, mungkin membuat resolusi atau life goals memang bisa memotivasi diri untuk melakukan hal yang lebih. Ibaratnya, harus ada bahan bakarnya untuk menaiki kendaraan yang bisa mengantarkan kita ke suatu tujuan. Tapi, hingga 15 menit menjelang 2017, aku belum mencoba menyusunnya juga.

Pada akhirnya, aku memilih untuk mengganjilkan jumlah tulisan di blog, ketimbang menyusun life goals 2017. 

Sebenarnya sederhana, harapanku di 2017 ini adalah bisa menghilangkan sifat pemalasku dan kebiasaan suka menunda pekerjaan. Menurutku, itulah yang selama ini menjadi sumber utama penghambat kemajuanku. Sedangkan untuk kemaslahatan bersama, aku berharap segala bentuk kekerasan fisik dan mental di tahun 2017 tak ada lagi.

Dengan diiringi suara kembang api yang mulai bersahut-sahutan menyerupai suara telur (mata sapi) digoreng, kuucapkan Selamat Tahun Baru 2017! Semoga, segala hal yang diharapkan, diimpikan, dicita-citakan menjadi kenyataan.
 
***


*Pagupon, 31 Desember 2016, menjelang pergantian tahun.