Maafkan aku yang jatuh cinta padamu. Iya, kamu yang bebas, tak terjangkau, begitu jauh. Sungguh, aku tak ingin ini terjadi. Percaya atau tidak, rasa ini muncul begitu saja. Dalam hitungan sepersekian detik selepas suatu hal terjadi. Bukan, bukan jatuh cinta pada pandangan pertama. Ini mungkin semacam akumulasi rasa yang tertimbun sejak bertahun lalu.

Aku pun tak percaya ini terjadi. Secara logika, ini mustahil. Ah, mungkin aku memang terlalu membawa perasaanku. Tapi, rasa ini tak mampu kuhapuskan. Semakin menolak, semakin sulit musnah. Aku nyaris gila. Bermalam-malam sulit memejamkan mata. Dan, parahnya terkadang tiba-tiba menangis. Menangis karena sebal, mengapa hatiku tak mampu menolak. Menangis karena takut akan kecewa lagi pada perasaan tak berbalas,  seperti yang sudah-sudah.

Aku benci jatuh cinta, meski itu fitrah manusia. Aku benci jatuh cinta, karena tiap kali merasakannya, selalu diikuti dengan patah hati, sakit hati, kecewa. Cinta yang kurasakan selalu satu pihak saja, tak pernah berbalas. Aku lelah patah dan sakit hati, aku lelah kecewa. Aku tak ingin jatuh cinta lagi.

akankah harapan ini tumbuh menjadi kenyataan? (sumber gambar)

Ketika tak ingin jatuh cinta lagi, mengapa Tuhan justru meniupkan perasaan ini secara tiba-tiba. Benar-benar tanpa diduga, apalagi direncana. Tunas sayang yang masih sangat hijau, masih bisa dihitung dengan hitungan hari. Entah, hingga kapan perasaan yang (mungkin) tak berbalas ini mampu bertahan.

Sejujurnya, aku sangat berharap kali ini perasaanku akan berbalas. Aku ingin Tuhan membuatmu jatuh cinta padaku secara tiba-tiba juga. Tanpa kauinginkan, pun tak bisa kautolak. Perasaan yang melampaui akal sehatmu. Semakin kautolak, semakin kau tak mampu menghilangkanku dari hati serta pikiranmu. Oh, Tuhan, bolehkah harapan ini dikabulkan?

***

*Racauan yang muncul selepas mengetahui sepenggal kisah dari satu tokoh pada novel