Bahagia itu sederhana. Sesederhana peralatan untuk membuat kue, roti, cake, dan sejenisnya yang tertumpuk rapi di depan mata. Peralatan berupa oven, mixer, serta loyang berbagai ukuran tersebut kutemukan teronggok di ruang serba-guna dalam rumahku. Omong-omong ruangan serba-guna, kusebut begitu karena ruangan tersebut memang benar-benar multifungsi: ya untuk menerima tamu, ya untuk tidur, ya untuk nonton TV, ya untuk makan, dsb.

Kembali ke pokok bahasan. Tumpukan peralatan tadi sangat tak mungkin kalo dibeli oleh ibu, apalagi anggota keluarga lainnya. Dari dulu ada keinginan membeli oven, tapi belum juga kesampaian dikarenakan belum ada dananya. Sampai akhirnya, beberapa bulan lalu, ibu yang berprofesi sebagai juru masak ditawari oleh tetangga untuk mengikuti program dari pemerintah, berupa pelatihan kewirausahaan yang entah diadakan oleh departemen apa, aku juga tak tahu. Tanpa pikir panjang, ibu langsung bersedia mengikutinya dan minta didaftarkan. Makin semangat lagi saat tahu kalau pelatihannya dilakukan di ruangan ber-AC dalam hotel berbintang, dan bakal mendapatkan bantuan berupa peralatan untuk menunjang usaha.

Pelatihan berlangsung selama beberapa hari, dari pagi hingga sore. Kala itu, ibu sering berbagi cerita mengenai apa-apa saja yang dilakukan ketika pelatihan. Paling banter  sih berupa kuliah dari pakar atau mendengarkan kisah jatuh-bangunnya para pelaku wirausaha yang sudah suskes. Selain itu, persis anak sekolahan, peserta pelatihan juga diberikan PR alias pekerjaan rumah. Hahaha. Lumayan lah, ibu jadi bertambah ilmu teorinya. Karena selama ini, ibu menjalankan usaha berdasarkan insting saja.

Hari-hari pun berlalu. Belum ada informasi kapan bantuan yang dijanjikan akan turun, sampai kemudian lupa dengan janji tersebut. Tapi, beberapa hari lalu, para tetangga yang dulu mengikuti pelatihan mulai heboh karena diminta mengambil bantuannya. Bantuan yang diberikan wujudnya macam-macam, sesuai dengan bidang usaha yang selama ini digeluti. Ibu yang juru masak, berpikiran kalau paling-paling bantuan yang diberikan untuknya 'hanya' berupa kompor.

surprise!

Alhamdulillah, pikiran ibu salah besar. Hari ini, ibu baru sempat mengambil bantuan yang menjadi jatahnya. Pemerintah memang memberikan bantuan kompor, tapiii... ditambah dengan tumpukan peralatan yang kutemukan teronggok tadi. Jadilah ini semacam hadiah akhir tahun untuk ibu. Aku tak memiliki hobi memasak, tapi saat melihat peralatan membuat kue, seolah ikut mendapat kejutan. Langsung penasaran ingin menggunakannya untuk bereksperimen. Meskipun, belum tahu juga alat-alat tersebut akan diletakkan di mana, saking sempitnya rumah kami.

Sempat iseng bertanya pada ibu, apakah peralatannya akan dijual? Dengan tegas ibu menjawab tidak. Katanya, ingin digunakan untuk belajar membuat kue, agar bisa mengembangkan usahanya. Agar bisa digunakan adek untuk mengasah bakat memasaknya juga. Kalau aku? Cukup jadi perusuh dan tukang icip-icip saja. :P Semoga, impian sederhana yang berawal dari barang-barang tak sederhana (menurut kami) itu akan mampu terwujud. Aamiin...

***

Shalluvia. 2010-2024 Copyright. All rights reserved. Designed by Mesha Christina.