Kalau sebelumnya aku sudah jalan-jalan ke PMPS sendirian, maka Sabtu malam lalu (28/12), aku blusukan bersama seorang kawan dan adiknya. Kesempatan itu merupakan kali keempat aku menyambangi pasar malam pada rangkaian Sekaten tahun ini. Sejak sore, kami janjian di samping Kantor Pos besar jam 16.30, tapi karena jalanan Jogja sedang mengalami overload gara-gara musim liburan, kami pun baru bertemu jam 17.00.

Seperti yang sebelum-sebelumnya, tujuan utama kami ke pasar malam adalah mengawul. Itu tuh, mengobrak-abrik tumpukan pakaian sisa import yang keberadaannya sudah menjadi ikon pasar malam  sejak 13 tahun terakhir. Bagai mencari harta karun di dalam gua kurcaci, orang-orang akan sangat sumringah wajahnya jika menemukan sandangan yang sesuai selera dan masih bagus, tapi dibandrol dengan harga yang murah saja. Namun, perburuan kami Sabtu lalu masih belum menghasilkan apa-apa. Sepertinya, aku memang harus mengajak Ibu kalau dalam urusan awul-awul.

belantara awul-awul (dok pribadi) 

tersesat (dok. pribadi) 
Bosan, kami pun keluar dari belantara awul-awul. Bermacam-macam wahana permainan yang ada membuat mata kami berbinar. Pengin naik ini, pengin naik itu, tapi takut semua. Ada wahana yang tak menakutkan, tapi yang naik anak-anak semua. Kami nggak ikhlas dong kalau naik, pasti bakal jadi tontonan gratis. Hahaha... Akhirnya, kami hanya berkeliling sambil foto-foto narsis di depan wahana-wahana yang membuat mupeng.
wahana balon udara (dok. pribadi) 

pengin naik kora-kora, tapi takuut... (dok. pribadi) 
Tiba-tiba, aku teringat kalau ada satu wahana yang 'aman' untuk kami, dan pastinya tidak akan jadi tontonan atau bahan tertawaan kalau kami menaikinya. Apakah itu? Jeng jeng... ialah wahana kereta mini atau kadang ada yang menyebutnya kereta kelinci. 

Aku sering melihat, kereta tersebut mengelilingi alun-alun. Bukan di dalam lapangannya, melainkan di jalan rayanya. Inilah yang jadi pertanyaan. Di mana beli tiketnya?! Tak putus asa begitu saja, kami berjalan ke arah barat menuju pinggir jalan raya dengan harapan bertemu kereta tersebut agar bisa bertanya pada sopirnya, dari mana kalau mau ikut naik. Benar saja, kereta itu lewat di depan mata kami. Tapiii... lagi-lagi urat malu belum mau putus, kami memang bertanya dari mana kalau mau naik, tapi dalam intonasi yang rendah. Jadi, mana mungkin sopirnya dengar. :)) Lalu yang terjadi, kami hanya bengong menyaksikan kereta tersebut berbalik arah.

melihat anak-anak bermain bola air, bikin ngakak sendiri (dok. pribadi) 

pengin naik bianglala, cuma muat berdua (dok. pribadi) 
 Perjuangan tak berhenti sampai di sana. Kami mengikuti ke mana kereta berjalan. Tapi, orang gila pun tahu, kalau mengikuti kereta mini dengan jalan kaki pasti akan tertinggal jauh dan bahkan kehilangan jejak. Itulah yang kami alami: kami kehilangan jejak ke mana kereta mininya ngandang.

Setelah berjalan seperempat alun-alun, kami berhenti sambil mencari-cari kereta mini. Nihil! Keinginan naik kereta mini terpaksa harus ditunda. Akhirnya, kami memutuskan masuk ke alun-alun lagi, berburu foto lagi, narsis-narsis lagi, yang penting senang.

Lelah berkeliling, kami kembali kepikiran kereta mini. Perburuan sesi kedua dimulai! Kali itu, kami mengambil langkah ke selatan, karena perkiraan kandang kereta mini ada di bagian timur agak selatan alun-alun. Sampai di tempat yang dimaksud, kami menemukan kereta mini, tapi dalam kondisi mesin mati dan keadaan sekitar gelap serta sepi. Kami masih menunggu di sana, berharap memang tempat tersebut yang kami cari.

Beberapa saat kemudian, suasana masih sama, kereta lain juga tak ada yang datang. Mulai gemas, tapi masih penasaran. Lanjut jalan ke utara, dan akhirnya kami melihat kereta mini yang mau berangkat. Ada dua. Horeeee!! Tanpa rasa malu, kami berlari menuju arah kereta, dan langsung membeli tiga tiket. Kemudian, tanpa ba-bi-bu naik ke kereta, memilih duduk di belakang Pak Sopir. Pokoknya persis banget seperti anak-anak yang menemukan mainan idamannya, campur lebay juga sih. :))
tiket kereta mini sudah di tangan (dok. pribadi) 

kereta mini republik altar! (dok pribadi) 
Kereta berangkat, kami senang. Serasa turis yang berkeliling Jogja―padahal hanya mengelilingi Alun-alun Utara, kami senyum-senyum sendiri. Jadinya, bukan mirip turis lagi, tapi lebih mirip wong edan. Biarin sih ya, (lagi-lagi) yang penting senang!

keliling jogja dikawal polisi (dok. pribadi) 

keretanya ada tipi juga (dok. pribadi) 
Itulah secuil kisah pada malam yang katanya malam minggu terakhir di 2013, kami habiskan dengan berburu kereta mini di pasar malam. Paling tidak, ada pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas: jangan mudah menyerah! Kalau terus berusaha dan  bersungguh-sungguh, kita pasti bisa! Selamat menyambut 2014.... \m/

***

Shalluvia. 2010-2024 Copyright. All rights reserved. Designed by Mesha Christina.