Pengujung Juni dan Sebuah Pelajaran di Dalam Trans Jogja
Lagi-lagi aku ingin bercerita seputar bus kota. Sebagai pengguna Trans Jogja, banyak kejadian yang pernah kujumpai, baik ketika di dalam bus ataupun di halte. Beberapa membekas dalam hati serta ingatan, beberapa lagi sekadar singgah.
Di pengujung Juni ini, tepatnya sore tadi, aku berada dalam sebuah bus koridor 2B, dari Terminal Condongcatur menuju Jalan Brigjen Katamso dengan rute memutar jauh. Aku sengaja naik koridor tersebut, selain karena malas transit, juga menikmati perjalanan di dalam bus.
Sesampai di halte sekitar Gambiran, sepasang tunanetra memasuki bus. Setelah kubantu duduk pada dua kursi kosong di seberangku, mereka nampak gembira--terdengar dari obrolan yang dilakukan, karena mungkin biasanya berjalan kaki saja.
Seorang penumpang di sebelahku, yang qadarullah mengalami disabilitas juga (pada bagian kaki), tiba-tiba mengangsurkan selembar 20 ribu pada tunanetra yang pria saat hendak turun. Sedikit berbagi rezeki, katanya. Ia juga menceritakan kalau dirinya pun panyandang cacat, tetapi pada bagian kaki. Ia bersyukur, kondisinya masih bisa untuk bekerja--dibandingkan sepasang tunanetra di hadapannya, meski harus menggunakan bantuan tongkat penyangga.
![]() |
sengaja tak kupotret mereka untuk menghargai privasi, jadi kamera kuarahkan pada kursi kosong di sebelahnya (dok. pribadi) |
Menyaksikan pemandangan yang mungkin menurut orang lain merupakan hal biasa, tepat di depan mataku tersebut, seketika aku terenyuh. Begitulah diriku, yang hatinya sensitif dan mudah terharu.
Dalam keterbatasan, si bapak di sebelahku masih memikirkan untuk membantu orang lain, yang menurutnya tak seberuntung dirinya. Sepasang tunanetra di depanku juga merasa sangat senang atas rezeki tersebut.
Kejadian itu merupakan salah satu yang membekas dalam hatiku ketika naik bus. Lantas, aku pun tersadar, berbagi tak harus menunggu menjadi kaya di mata orang lain. Berbagi adalah perihal keikhlasan.
Di saat banyak orang yang duduk di kursi kekuasaan tak pernah puas dengan kekayaan yang dimiliki, rupanya masih ada segelintir manusia yang merasa bahwa seberapa pun harta yang dimiliki, ia sudah merasa cukup dan "kaya", sehingga bisa berbagi tanpa harus takut kekurangan.
***