Mengapa di setiap rasa suka hampir selalu disertai oleh rasa benci pada yang lain? Contohnya begini, ada penggila sepak bola yang menyukai sebuah klub, di satu sisi ia juga membenci klub lainnya. Ini maksudnya benci yang sudah membabi-buta, ya. Aku sebagai suporter bola, sih, tak seperti itu. Tapi kalau dipikir, batas antara suka dan benci memang tipis. Seperti yang pernah dikatakan Bang Jack dalam Para Pencari Tuhan,

Benci dan suka itu sama saja, sama-sama dekat di hati orang yang membenci atau menyukai tersebut, hanya rasanya yang berbeda. Selain itu batas antara benci dan suka juga sangat tipis, mungkin setipis kulit ari.

Biasanya rasa benci berawal dari iri atau dengki―terhadap sesuatu yang lebih hebat, keren, cantik, ganteng, kaya, dsb. Sedangkan dengki―kalau mau mengakui―berawal dari rasa kagum. Kagum diam-diam, dan jadilah gengsi untuk memberikan pujian atau sekadar pengakuan kalau yang dibenci itu memang hebat.

Menurutku, sebenarnya bisa kok menyukai sesuatu tanpa harus membenci sesuatu yang lain. Kalau terpaksa memang harus membenci, itu sebuah pilihan. Asalkan jangan sampai harus menjelek-jelekkan atau menghina sesuatu yang dibenci tersebut. Karena disadari atau tidak, hal tersebut pasti akan membuat sakit hati orang lain. Padahal aturannya, jangan menyakiti kalau tak ingin disakiti.

Yeah! Terhadap sesuatu yang dibenci pun harus bisa berempati. Dan aku tahu, itu tak akan mudah, tapi bukan berarti tak bisa.

***

Shalluvia. 2010-2024 Copyright. All rights reserved. Designed by Mesha Christina.