Jogja merupakan kota yang penuh dengan keunikan, mulai dari budayanya, tempat wisatanya, masyarakatnya, adat istiadatnya, dan sebagainya. Salah satu keunikan Jogja yang jarang diketahui banyak orang yaitu boso walikan atau sering dinamakan sebagai bahasa jape methe. Sebenarnya, kalau berdasarkan rumus adalah jape nethe yang berarti cahe dhewe, tetapi mungkin agar enak dilafalkan, maka pakainya "dewe = methe" bukan "dhewe = nethe".

Bahasa sehari-hari yang digunakan di Jogja adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa ini ada beberapa tingkatan, seperti bahasa Jawa ngoko, krama madya, dan krama inggil, dan lainnya lagi. Nah, selain bahasa Jawa, Jogja memiliki keunikan juga dalam hal bahasanya, yaitu boso walikan.

Boso walikan merupakan sejenis bahasa slang bagi orang Jogja yang ada sejak 1960-an, bahkan mungkin sebelumnya sudah ada. Jadi tenar dan membumi di Jogja dan sekitarnya memang pada akhir 1990-an. Konon, dulu namanya Boso Gali, yaitu bahasa pengantar bagi para gali, maling, preman, ketika mau menjalankan operasinya agar tidak diketahui orang lain selain kelompok mereka.

Kini, bahasa tersebut sudah lumayan sering digunakan oleh berbagai kalangan di Jogja, tak hanya dalam kelompok gali. Namun, tidak semua orang Jogja mahir menggunakannya atau paham, contohnya ya aku ini, harus pakai contekan, kecuali untuk kata-kata yang memang sering digunakan.

Pernahkah kalian mendengar kata dagadu? Kata itu merupakan salah satu merek cendera mata asal Jogja yang sangat terkenal. Kata dagadu juga berasal dari boso walikan, yaitu dari kata matamu. Karenanya, merek ini menggunkan gambar mata sebagai logonya.

Bagi yang belum pernah mendengar tentang boso walikan, mungkin akan mengira bahasa ini sama dengan boso walikan yang digunakan di Kota Malang sana. Namun, tidak... ini berbeda. Boso walikan ala Jogja berasal dari empat baris aksara Jawa yang penggunaanya dibolak-balik.

Contoh yang cukup familiar adalah dab (mas), poya (ora = tidak), pisu (ibu), sahan (bapak), pagob (atos = keras), atau ada lagu rap jawa dyang mengandung lirik pabu saciladh. Hmmm… kalau yang terakhir itu, cari tahu sendiri ya artinya

Rumusnya seperti ini, nih...

baris pertama dibalik dengan baris ketiga dan baris kedua dibalik dengan baris keempat (sumber: meikahazim.wordpress.com)

kalau sudah dibalik, jadinya akan seperti ini:

berpasangan dengan

kemudian


berpasangan dengan

Sudah mudheng, belum? Wajar kalau belum paham. Aksara Jawa normal saja tak mudheng, apalagi yang dibolak-balik. Bener, nggak? Hihihi.

Kalau ingin menggunakan bahasa ini, harus hafal urutan aksara Jawa beserta pasangan kebalikannya. Atau kalau tak hafal, bisa menggunakan rumus di atas tadi sebagai contekan.

Begitulah, sedikit tentang jape methe yang (katanya) dulu digunakan sebagai bahasa umpatan atau boso gali tadi. Namun, seiring perkembangan zaman, bahasa tersebut melebur dengan bahasa sehari-hari dan menjadi keunikan tersendiri bagi Jogja.

Yang ingin bermain kata dengan boso walikan, silakan mencoba!

***

5 comments:

Shalluvia. 2010-2024 Copyright. All rights reserved. Designed by Mesha Christina.