Perayaan Sekaten (peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW) di Kraton Yogyakarta selalu diawali dengan Pasar Malam, yang tahun ini berlangsung selama 35 hari pada 7 Januari s.d. 8 Februari 2011 lalu. Kemudian, Sekaten itu sendiri dimulai pada pekan lalu (09/02) dengan adanya prosesi miyos gongso (miyos = keluar, gongso = gamelan), yaitu dikeluarkannya gamelan pusaka milik Kraton Jogja untuk dibawa ke pagongan di halaman Masjid Agung Kraton Yogyakarta, dan dimainkan selama 7 hari penuh. Setelah 7 hari, gamelan tersebut dikembalikan lagi ke Kraton pada Selasa malam (15/02), proses ini dinamakan kondur gongso (kondur = pulang, kembali).

gunungan kakung (dok. @dwiputrirats)
Siang kemarin (16/02) yang jatuh pada tanggal 12 Mulud dalam kalender Jawa atau 13 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah (tahun ini berbeda 1 hari antara penanggalan Jawa dan Hijriyah) merupakan puncak perayaan Sekaten yang ditandai dengan Upacara Grebeg Mulud.

Sejak pukul 08.00 masyarakat sudah memadati Keben atau halaman Kraton Jogja, mereka menunggu para prajurit berdatangan. Kalau biasanya hanya ada 10 bregada (kesatuan), di Grebeg Mulud ini ada dua bregada tambahan yaitu para prajurit dari Kadipaten Pakualaman yang nantinya akan mengawal gunungan yang diperebutkan di halaman Puro Pakualaman.

salah satu bregada prajurit dari pakualaman (dok. pribadi)
Pada Upacara Grebeg tahun ini, pihak Kraton mengeluarkan 7 buah gunungan dengan rincian gunungan putri, gepak, pawahuan, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah, serta gunungan jaler berjumlah tiga buah. Gunungan-gunungan tersebut diperebutkan di halaman Masjid Agung Kraton sebanyak lima buah, di Puro Pakualaman satu buah, dan di Kepatihan (Kantor Gubernur DIY) juga satu buah.

gunungan putri di bangsal ponconiti (dok.pribadi)
Di Pagelaran Kraton dan Alun-alun Utara, tempat dilakukannya Upacara Grebeg pun tak kalah sesaknya dengan di Keben. Pagi itu pukul 09.30 dan cuaca sangat panas, meski begitu tak menyurutkan antusiasme masyarakat yang berjubel di sana, sengaja untuk menyaksikan arak-arakan tujuh buah gunungan, 10 bregada prajurit, dan empat ekor kuda.

Stand-stand pasar malam yang memang belum bubar menambah gerah suasana pagi itu. Jadilah campur aduk antara stand, masyarakat, para kuli tinta dan juru foto yang memenuhi Alun-Alun Utara di ruas barat. Dan sebagai informasi, masyarakat yang menyaksikan grebeg ini datang dari segala penjuru DIY, bahkan di parkiran terlihat beberapa bus kecil dengan plat nomor luar provinsi seperti AA, AD dan sebagainya.

pindah sarapan pun jadi, demi menyaksikan upacara grebeg (dok. pribadi
Ketika para prajurit keluar dari Pagelaran Kraton menuju alun-alun, mendadak matahari meredup. Kesepuluh bregada telah keluar dan berhenti sejenak di alun-alun, menunggu gunungan diangkat.

Akhirnya, jam 11.00 gunungan-gunungan yang sebelumnya diletakkan di Bangsal Ponconiti dan kemudian diletakkan di Sitihinggil untuk beberapa saat, dikeluarkan dan dibawa ke Masjid Agung, Puro Pakualaman, serta Kepatihan melewati alun-alun. Sebelum gunungan-gunungan itu keluar, terlebih dahulu ada tembakan salvo oleh beberapa prajurit sebagai tanda penghormatan.

kuda milik kraton ikut dalam iring-iringan (dok. pribadi)
Tak seperti biasanya, kemarin pintu gerbang Masjid Agung terkunci rapat sebelum iring-iringan gunungan tiba. Mungkin hal ini dilakukan agar pelataran masjid tak begitu penuh sesak, mengingat begitu banyaknya masyarakat yang antusias pada ritual ini. Selain itu juga untuk menghindarkan tindakan anarkis dari masyarakat yang biasanya sudah merangsek ke gunungan sebelum gunungan-gunungan tersebut selesai didoakan.

suasana ketika gunungan dirayah di pelataran masjid agung (detik.com)
Di Masjid Agung, lima buah gunungan yang dikawal oleh Prajurit Surokarso ludes tanpa sisa diperebutkan oleh masyarakat, bahkan sisa-sisa kerangkanya pun benar-benar tak ada. Sedangkan satu gunungan yang akan diperebutkan di Puro Pakualaman dikawal oleh dua bregada yang kusebutkan di atas tadi. Sedangkan untuk satu gunungan yang tersisa dibawa ke Kepatihan dengan dikawal oleh Prajurit Bugis menyusuri Jalan Malioboro.

seorang ibu puas dengan hasil rayahannya (dok. @dwiputrirats)
Dengan dibawa dan diperebutkannya gunungan-gunungan Kraton tersebut, maka selesailah rangkaian perayaan Sekaten tahun ini. Tampak beberapa orang yang puas karena berhasil ngalap berkah dengan mendapatkan bagian dari gunungan, namun ada juga dari mereka yang malah tekor karena kecopetan dompet atau handphone-nya.

***



Shalluvia. 2010-2024 Copyright. All rights reserved. Designed by Mesha Christina.