Gelqr taribklasik yogyakarta untuk memoeringati 15 tahun wafatnya Romo Sasmintadipura
undangan event (agendajogja.com)

Setelah sebelumnya aku dan Ika menyaksikan pagelaran tari di nDalem Pujokusuman, Selasa malam lalu (26/04) kembali kami menyaksikan sebuah pagelaran tari yang bertema Gelar Tari Klasik Yogyakarta. Bertempat di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, pagelaran tari yang diadakan oleh Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa tersebut digelar untuk memperingati 15 tahun wafatnya K.R.T. Sasmintadipura.

Beliau yang akrab dipanggil Romo Sas merupakan empu seni tari klasik gaya Yogyakarta yang menghadirkan nuansa tersendiri dalam dunia tari klasik Indonesia. Perannya dalam pengembangan tari klasik gaya Yogyakarta menjadikan tari klasik Jawa digemari oleh masyarakat nasional dan internasional. Beliau juga lah yang mendirikan YPBSM.

Pagelaran yang dibuka untuk umum tersebut dijadwalkan mulai pukul 20.00 tepat, namun pukul 19.30 masyarakat sudah memadati ruang tempat berlangsungnya acara. Untuk menyaksikan pagelaran ini memang sama sekali tidak dipungut biaya, sehingga antusias masyarakat pun cukup bagus. 

Jam 19.50 pintu utama dan pintu darurat yang berada di sebelah kanan-kiri panggung ditutup rapat. Dalam hal ini bagian keamanan sangat tegas, karena saat ada beberapa orang yang mencoba masuk melalui pintu darurat, mereka diusir dan tidak boleh masuk.

Suara gending gamelan yang dimainkan oleh kelompok Karawitan dari ISI menjadi penanda dibukanya Gelar Tari Klasik Yogyakarta semalam. Setelah itu sebuah sambutan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X yang disajikan dalam bentuk rekaman. Pada sambutannya, Sultan berharap, dengan diselenggarakannya pentas tersebut dapat menggelorakan kembali semangat juang Romo Sas dalam berkesenian khususnya tari klasik gaya Yogyakarta. 

Selain itu, juga untuk memperkenalkan pada khalayak umum bahwa di Yogyakarta masih menyimpan sebuah kesenian adiluhung yang dewasa ini semakin terpuruk. Sehingga perlu dijaga, dilestarikan serta dikembangkan agar tetap dapat eksis di era modernisasi ini.

Sebelum pentas benar-benar digelar, terlebih dahulu diputar rekaman testimoni-testimoni kepada Romo Sas dari para rekan, sahabat, dan para murid-muridnya. Salah satu testimoni yang menarik adalah dari seorang guru tari (lupa namanya) yang merupakan rekan Romo Sas. Beliau mengatakan, suatu ketika pernah mendapati Romo Sas mengantuk di dalam mobil, dan ketika mengantuk itu, gerakan kepala (teklak-tekluknya) Romo Sas juga berirama seperti ketika menari.
Untukmu Sang Guru (photo by: annisaprasetio on flickr)
Untukmu Sang Guru menjadi tarian pertama yang dipersembahkan kepada penonton. Tari yang diciptakan oleh Suwantoro, S.Pd ini khusus dipersembahkan kepada Romo Sas sebagagai wujud terima kasih. Ditarikan oleh tujuh pria, tarian ini hanya berdurasi 10 menit saja.

Selanjutnya adalah Tari Golek Ayun-ayun yang diciptakan oleh Romo Sas pada tahun 1976. Tarian yang ditarikan oleh 27 penari putri asal ISI, UNY, SMKI dan siswi-siswi YPBSM ini mengisahkan gadis-gadis yang tengah beranjak dewasa, di mana mereka sedang senang-senangnya berdandan atau mempercantik diri.
Golek Ayun-ayun (photo by: annisaprasetio on flickr)
Sebelum beranjak ke tarian ketiga, rekaman beberapa testimoni kepada Romo Sas kembali diputar. Salah satunya adalah testimoni dari Ibu Siti Sutiyah yang notabene adalah istri Romo Sas. Dulunya mereka adalah murid dan guru, hingga kudisn menikah pada tahun 1983. Mereka bersama-sama mengembangkan sanggar tari klasik di nDalem Pujokusuman yang sejak 1992 memiliki nama Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa. Sejak Romo Sas meninggal pada 26 Februari 1996, istrinya lah yang kemudian melanjutkan perjuangan beliau untuk meneruskan eksistensi YPBSM.
Manngala Retna (photo by: annisaprasetio on flickr)
Lampu panggung kembali menyala dan di panggung sudah berdiri patung Romo Sas yang diletakkan di atas sebuah undakan yang kira-kira setinggi 2 meter. Gending yang mengalun sangat pelan mengiringi tarian selanjutnya, yaitu Manggala Retna karya Ibu Siti Sutiyah. 

Tarian ini mengungkapkan petuah alm. Romo Sas, bahwa untuk menjadi seorang pemimpin atau manggala, orang harus menempa diri melalui kemampuan fisik maupun menjalani laku atau kekuatan spiritual. Karena seorang pemimpin harus memiliki kekuatan lahir dan batin. Dan menurut Romo Sas, dalam tari memiliki kekuatan lahir dan batin. Ditarikan oleh istri alm. Romo Sas dan delapan wanita lainnya. Namun, Ibu Siti hanya menari di bawah patung Romo Sas.

Beranjak ke acara selanjutnya, yaitu pemberian penghargaan Sasminta Mardawa Award yang diberikan kepada R.M. Dinusatomo atau K.R.T. Pujaningrat (updated: sejak 2015 bergelar K.P.H). Beliau adalah sahabat sekaligus rekan Romo Sas dalam mengembangkan dan nguri-uri  tari klasik Yogyakarta. Selain itu, Romo Dinu juga merupakan ketua sanggar tari Yayasan Siswa Among Beksa (YSAB) yang beralamatkan di nDalem Kaneman.
Klana Topeng (photo by: annisaprasetio on flickr)
Tari Klana Topeng menjadi tari keempat, kalau di nDalem Pujokusuman lalu hanya ditarikan oleh satu lelaki, pada malam kemarin ditarikan oleh sembilan lelaki bertopeng merah dan lima lelaki bertopeng putih yang berlaku bak perempuan. Tarian ini diambil dari Cerita Panji, yang mengisahkan Prabu Klana Sewandana dan Panji Asmara Bangun yang sedang jatuh cinta pada Dewi Sekar Taji.

Setelah tarian ini, langsung dilanjut dengan Beksan Menak Putri yang ditarikan oleh beberapa perempuan dengan kostum warna-warni menyala. Tari ini mengambil cuplikan cerita dari Serat Menak yang menggambarkan perseteruan antara Dewi Rengganis dan Dewi Widaninggar.
Beksan Menak Putri (photo by: annisaprasetio on flickr)
Pada tahun 1975, Romo Sas menciptakan sebuah tarian bernama Klana Alus Sumyar. Tari inilah yang dipersembahkan selanjutnya, menggambarkan Dewi Arimbi yang menyamar menjadi Srisuwela yang sedang mencari Bima. Dalam penyamarannya itu, Dewi Arimbi merasa gembira dan bahagia yang diperlihatkan melalui gerakan dalam tarian tersebut.

Lampu panggung padam dan layar di kiri panggung kembali menampilkan testimoni untuk Romo Sas, kali ini salah satunya berasal dari putra alm. Romo Sas dan Ibu Siti Sutiyah yang menceritakan masa kecilnya berlatih menari bersama ayahnya.

Menyaksikan sebuah pagelaran tari klasik memang terkadang butuh "kesabaran", karena gerakan-garakan dalam tariannya begitu pelan namun indah. Ditambah gending-gending Jawa yang mengiringi begitu memanjakan telinga, kalau tak ada iringan visualnya mungkin sudah membuat terkantuk-kantuk saking nikmatnya. Hehehe...

Setelah 90 menit, pagelaran itu pun selesai. Ditutup dengan tarian penutup yang ditarikan oleh beberapa lelaki dan putra alm. Romo Sas. Ada babak yang menarik, yaitu ketika tiba-tiba patung Romo Sas yang berada di atas undakan bergerak dan ikut menari, sampai kemudian naik ke tempat semula dan berlaku bak patung kembali. Yang memerankannya adalah putra Romo Sas sendiri.

Dengan selesainya tarian penutup, maka selesai juga lah gelaran tari klasik gaya Yogyakarta malam itu. Seluruh penari berada di atas panggung, memberikan salam penghormatan kepada penonton yang dibalas tepuk tangan meriah dari seisi gedung.

***

2 comments:

  1. mas ali putra romo Sas mendadak menggantikan patung romo Sa...s itu moment yg paling mengejutkan mbk

    saya menjadi jatuh cinta

    ReplyDelete
  2. namanya mas ali ya ka? oke aku ganti....hahaha :D

    ReplyDelete

Shalluvia. 2010-2024 Copyright. All rights reserved. Designed by Mesha Christina.